Mohon tunggu...
Nurmansyah
Nurmansyah Mohon Tunggu... profesional -

Orang biasa yang berusaha untuk selalu bersikap jujur dalam bertindak, berkata-kata dan berpikir. Mencoba untuk bekerja tanpa terikat dengan hasilnya.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Debat Live TV One Capres Melanggar HAM

29 April 2014   17:39 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:04 983
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ada hal menarik yang muncul pada saat debat live yang ditayangkan oleh TV One dengan moderator Alfito D. Gintings tanggal 28 April 2014 malam, dengan tema “Capres Melanggar HAM”.  Debat tersebut menampilkan empat narasumber, yaitu Al Araf seorang aktivis IMPARSIAL dan Alvon Kurnia Palma dari YLBHI sebagai satu pihak, sedangkan pihak yang berseberangan adalah Fadli Zon (WaKetum Partai Gerindra) dan May. Jend (Purn) Kivlan Zen (mantan wakil komandan Kopassus, saat Probowo sebagai komandannya).  Pertama-tama Al Araf dan Alvon memaparkan secara umum hasil rekomendasi Komnas HAM yang merupakan hasil penyelidikannya terhadap penghilangan paksa / penculikan aktivis 98.

Hampir setiap Al Araf maupun Alvon berbicara selalu dipotong di tengah jalan oleh Fadli Zon atau Aril P (DPP gerindra) yang waktu itu hanya sebagai penonoton, seolah-olah mereka tidak ingin Al Araf maupun Alvon menyelsaikan ucapannya, saya sebagai penonton menjadi gregetan, apalagi moderator nampaknya kurang professional, yang membiarkan hal itu berulang-uleng terjadi.  Poin ini sudah menunjukkan betapa paniknya pihak gerindra, ketika akan ditelanjangi persoalan HAM yang masih melekat pada diri capres yang diusungnya.

Kepanikan Fadli Zon juga tampak ketika dia ingin mengalihkan topik kemasalah lain, yaitu pendanaan LSM.  Lucunya lagi Kivl;an Zen masih menggunakan jargon orba yang mengatakan bahwa 9 orang yang dilepaskan dan 13 orang lagi yang entah kemana, bukanlah penculikan tetapi diamankan untuk mengamankan pemilu 1997, yang dapat dipastikan akan dimenangkan oleh Golkar.

Kivlan Zen punya analogi yang menarik tentang kenapa Prabowo tidak perlu dimintai tanggung jawab, “jika ada tabrakan maka sopirlah yang mesti bertanggung jawab, bukan pemiliknya” demikian analogi itu diucapkan dengan penuh percaya diri.  Tapi penonton pun punya analogi lain, bagaimana kalau si sopir menabrak atas perintah pemiliknya, bah sudah pasti dong pemiliknya juga harus bertanggung jawab.

Kemudian seorang penonton debat bernama Aril P (DPP Gerindra), mencoba mendebat istilah yang bukan merupakan masalah inti (penting) yaitu istilah dimintai pertangunggan jawaban dan dimintai keterangan.  Dimintai petanggungan jawab menurut Aril sudah berarti menuduh.  Ya tentu saja mesti dituduh minimal sebagai tidak becus mengurus pasukannya.

Kemudian Fadli Zon  meminta Al Araf dan Alvon sebagai pembela HAM untuk mendirikan partai HAM saja kemudian ikut bertanding dalam pemilu.  Kalau begitu berlaku juga untuk KPAI agar mendirikan Partai Anti Peleceh Seks, jika nanti Partai-partai ini kalah suara, maka itu berarti kita gak perlu mereka.  Pelanggar HAM dan Pelceh Seks silakan bebas dan merdeka di gegara kita ini.  Apa ini missi Gerindra?

Lebih fatal lagi adalah ucapan Kivlan Zen, bahwa operasi penculikan itu juga dilakukan oleh pihak lain dan dia tahu dimana mereka ditembak serta dibuang.  Besar dugaan saya jika Prabowo juga mengetahui, kalau wakil komandan saja tahu, apalagi komandannya.  Orang yang mengetahui suatu kejahatan tetapi tidak melaporkan, bukankah itu juga suatu kejahatan.  Lebih buruk lagi orang seperti ini ingin menjadi Presiden.

Tulisan ini tidak banyak membahas tentang Al Araf dan Alvon, karena mereka berargumen normatif saja, disertai landasan kuat yaitu dokumen hasil penyelidikan Komnas HAM.  Semestinya ini sajalah yang didebat oleh Fadli Zon dan Kivlan kalau memang rekomendasi tersebut lemah.  Sayangnya kalau memang remondasi/laporan Komnas HAM tersebut lemah, mengapa DPR merekomendasikan kepada pemerintah agar membentuk peradilan HAM ad hoc, untuk penghilangan paksa aktifis 98.

Sumber:

Part1:http://youtu.be/U3mGPrwB6kg
Part2:
http://youtu.be/GryI7Gb1D5k
Part3:
http://youtu.be/j9LzrBVclBw
Part4:
http://youtu.be/d1vverq5jkE
Part5:
http://youtu.be/0JugJ02nWrY
Part6:
http://youtu.be/fbR3vHwfPzk
Part7:
http://youtu.be/xAZx8MemVSs
Part8:
http://youtu.be/r7W3IxyKPB8

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun