Mohon tunggu...
Nurmala Sari
Nurmala Sari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Melestarikan Tradisi Adat antar Terimo bersama Lembaga Adat Desa Pulau Jelmu-Jambi: Mahmud J

25 Juni 2024   19:13 Diperbarui: 25 Juni 2024   19:15 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gawai OPPO A76/dok. pri

Di era pesatnya perkembangan globalisasi, antar terimo tetap menjadi tradisi adat yang dilestarikan. Antar terimo merupakan salah satu tradisi adat yang masih dilestarikan di Desa Pulau Jelmu, Kecamatan Tebo Ulu, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi. Rangkaian adat ini dilaksankan setelah akad nikah berlangsung, seperti yang dikatakan adat, "kito buat dulu pondasinyo, ibarat membuat rumah, setelah itu kito cari bucu empatnyo, duo pihak penganta, duo pihak penerimo",  maksudnya harus ada dua waris pengantar dari pihak laki-laki dan dua waris penerima dari pihak perempuan.

Dua waris pengantar dari pihak laki-laki berfungsi sebagai tempat mengadu mempelai perempuan, jika terjadi hal  yang tidak diinginkan. Begitu juga sebaliknya, dua waris penerima dari pihak perempuan berfungsi sebagai tempat mengadu mempelai laki-laki. Tardisi ini berisi nasihat-nasihat untuk kedua mempelai. Nasihat pertama dimulai dari tokoh yang dituakan dan dihormati di dalam desa Pulau Jelmu.

Tak hanya di desa Pulau Jelmu, tradisi antar terimo ini tetap dijaga dan dilestarikan di seluruh desa di Kabupaten Tebo. Namun, untuk pelaksanaannya disebutkan di dalam kata adat "adat samo, pemakaian berlainan", maksudnya pelaksanaan tradisi ini tergantung desa masing-masing. Khusus di desa Pulau Jelmu tradisi ini selalu dilaksanakan pada malam hari. Antar terimo menjadi salah satu kegiatan yang diharuskan pada rangkaian adat pernikahan di desa Pulau Jelmu. Antar terimo menjadi kegiatan penutup dalam rangkaian acara pernikahan.

Pesan Mahmud, tradisi antar terimo harus tetap dilestarikan dan dijaga, jangan sampai ditinggalkan. Hal ini dikarenakan tradisi ini sangat berguna untuk kedua mempelai sebagai bekal berumah tangga. Tradisi ini tidak boleh disepelekan, harus tetap ada sampai kapan pun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun