Memetik sebuah pelajaran berharga dari Serial Drama Kolosal Korea yang fenomenal "Jewel in  The Palace" bahwa sangat beruntung sebenarnya ketika kita bisa mendapatkan kesempatan untuk bisa mengenyam pendidikan (tinggi) di perguruan tinggi ataupun bisa mengenyam pendidikan di sekolah, namun esensinya tidak hanya untuk mendapatkan predikat sebagai lulusan yang baik dengan berlomba-lomba mendapatkan nilai A atau 100. Baik memang. Bahkan Jang Geum, Sang Tokoh Utama, dalam pelatihannya untuk menjadi "Tabib Wanita" harus berjuang keras mendapatkan nilai A karena jika ada 3 nilai E tamatlah sudah.
Namun, bukan itu yang perlu dipetik. Esensinya, makna dari tujuan adanya pendidikan itu sendiri, bukan untuk mencari pekerjaan yang mapan atau uang berlimpah. Tetapi, agar bisa berbuat baik lebih banyak lagi.
Harus dipahami, mungkin aku juga seperti itu ketika mau ujian semangat belajar tinggi, bisa hafal buku diktat sebanyak apapun, tetapi ketika ujian selesai dan harus beranjak ke semester berikutnya, seakan apa yang dipelajari itu hilang, lupa hingatan, seperti diderita amnesia.
Kenapa bisa seperti itu? Salahkah Aku? Aku bertanya dalam diri sendiri.
Jelas, karena menuntut ilmu itu bukan untuk mendapatkan nilai A dan lainnya, tetapi agar kita bisa mengerti dan paham bagaimana bekerja sama dengan lingkungan untuk berkontribusi dalam pembangunan bangsa.
Refleksi diri ini, aku seorang wanita. Melihat bagaimana Jang Geum, serasa mengerti kenapa Tuhan menempatkanku di Fakultas Kesehatan Masyarakat, memahami berbagai ilmu tak hanya sains tapi sosial.
Jawabnya adalah agar menjadi ibu yang baik, melahirkan generasi emas penerus bangsa yang berkualitas, mendidiknya dengan baik, memenuhi segala kebutuhannya seperti asupan gizi dan lainnya, dan menjadi istri yang baik untuk suami. Bukan untuk mencari pekerjaan, mencari uang. Kodrat wanita bukan seperti itu.
Apa baiknya, ketika kita sebagai seorang wanita berpendidikan tinggi, mendapatan pekerjaan bagus, kedudukan tinggi, banyak uang, kalau nantinya anak kita diasuh oleh orang lain, dididik oleh orang lain, bukan kita sendiri sebagai ibunya atau suami kita tak terurus sehingga menjadi kekurangan kasih sayang, dan ujung-ujungnya ketika tidak kuat iman mencari wanita lain untuk memuaskan batin tersebut, dampaknya semakin merebak PMS, HIV AIDS, dan masih banyak  yang lain.
Apa itu yang dimau? Tidak.
Bukan pula menjadi pengikut feminisme. Bukan seperti itu, bahkan agama pun sangat menghargai kedudukan seorang wanita. Pepatah juga mengatakan, di balik kesuksesan seorang laki-laki entah statusnya suami atau anak, ada peran besar wanita di situ. Memang benar kalau perempuan pilar pembangunan, sangat setuju itu.
Ya itulah tujuannya dan mungkin hikmah yang bisa dipetik dari Jang Geum, Dokter Wanita Pertama di Korea.