Mohon tunggu...
Nurmala Hidayatullah
Nurmala Hidayatullah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

hobi saya yaitu, membaca, menonton, healing

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Teori Emotional Intelligence (EI) Daniel Goleman

17 Januari 2025   21:59 Diperbarui: 17 Januari 2025   21:59 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS


Emotional Intelligence (EI) atau kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengenali, memahami, mengelola, dan memengaruhi emosi, baik pada diri sendiri maupun orang lain. Konsep ini menjadi populer setelah Daniel Goleman, seorang psikolog dan penulis, memperkenalkannya melalui bukunya Emotional Intelligence: Why It Can Matter More Than IQ pada tahun 1995. Goleman mengemukakan bahwa kecerdasan emosional memiliki peran penting dalam kehidupan, bahkan lebih penting daripada kecerdasan intelektual (IQ) dalam menentukan kesuksesan seseorang, baik di bidang pribadi maupun profesional.

Dalam teorinya, Goleman membagi kecerdasan emosional menjadi lima komponen utama, yaitu:

1. Kesadaran Diri (Self-Awareness)

Kesadaran diri adalah kemampuan untuk mengenali dan memahami emosi yang dirasakan. Orang dengan kesadaran diri yang baik mampu memahami apa yang mereka rasakan, mengapa mereka merasakan hal itu, dan bagaimana emosi tersebut memengaruhi perilaku mereka. Kesadaran diri juga mencakup kemampuan untuk mengenali kekuatan dan kelemahan diri, serta memiliki rasa percaya diri yang realistis.

Contoh: Seseorang yang memiliki kesadaran diri tinggi dapat mengidentifikasi bahwa mereka merasa cemas sebelum presentasi. Dengan pemahaman ini, mereka dapat mengambil langkah untuk menenangkan diri, seperti melakukan teknik pernapasan.

2. Pengaturan Diri (Self-Regulation)

Pengaturan diri adalah kemampuan untuk mengelola emosi dengan cara yang sehat dan konstruktif. Hal ini mencakup kemampuan untuk tetap tenang di bawah tekanan, menghindari reaksi impulsif, dan beradaptasi dengan perubahan. Orang yang mampu mengatur diri dengan baik tidak hanya mengendalikan emosi negatif seperti marah atau frustrasi, tetapi juga mampu menyalurkan energi tersebut ke arah yang produktif.

Contoh: Dalam situasi konflik di tempat kerja, seseorang dengan kemampuan pengaturan diri yang baik akan memilih untuk mendiskusikan masalah dengan tenang daripada merespons dengan kemarahan.

3. Motivasi Diri (Self-Motivation)

Motivasi diri adalah kemampuan untuk tetap fokus pada tujuan dan termotivasi untuk mencapainya, meskipun menghadapi rintangan atau kegagalan. Orang yang memiliki motivasi diri tinggi cenderung memiliki pandangan positif, semangat, dan inisiatif untuk berkembang. Mereka tidak hanya termotivasi oleh penghargaan eksternal, tetapi juga oleh keinginan internal untuk mencapai kesuksesan.

Contoh: Seorang pelajar yang termotivasi secara emosional akan terus belajar keras meskipun gagal dalam ujian pertama, karena mereka percaya bahwa usaha akan membawa hasil yang lebih baik di masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun