Semakin hari bumiku kian menua tak lagi kutemui keseimbangan, meski semua berjalan berdampingan keadilan seakan terhimpit entah di sebelah mana. Aku bukan anak senja yang mahir merangkai kata. Tulisan ini kubuat sebagai sambungan atas tragedi yang menimpah bumiku.
Beberapa bulan lalu tubuhku terguncang akan hal yang tak pernah aku lihat langsung sebelumnya. Seorang anak kecil berusia sekitar 7 tahun di tindas oleh orangtuanya sendiri hanya karena berhasil membuat adik kecilnya menangis. Padahal jika dipikirkan hal itu seharusnya wajar terjadi dalam hubungan kakak-adik. Namun, orangtuanya bertindak tak wajar dan menyeret anaknya sendiri bahkan memukulnya dengan keras seakan yang dia hadapi saat ini adalah makhluk parasit yang merepotkan semua orang. Padahal jika dilihat dari perawakan kedua orangtuanya merupakan orang yang berpendidikan tinggi. Kasihan bumiku.
Beberapa hari yang lalu, sebuah kejadian kembali membuatku tercengang. Pasalnya negara rela mengeluarkan uang ratusan juta hanya untuk pawang hujan. Lucu yah, ada banyak hal yang bisa ditertawakan di bumiku. Jika dipikir-pikir upah dan kerjaan yang dia jalankan itu tidak worth it. Coba lihat di lingkungan kita ada banyak pekerja yang harus banting tulang tiap hari, tapi upah yang dia dapatkan tidak selaras dengan apa yang dia jalankan. Kasihan bumiku. Sungguh ironi....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H