Gegap gempita pemilu raya sudah nyaring terdengar. Padahal, pestanya baru akan dimulai tahun depan, kan? Oh, tentu saja. Masa-masa jauh dari gemuruhnya pesta, para kontestan sudah berbondong-bondong mencari suara. Mungkin saja, sekaligus membangun citra.
Benar begitu, bukan?
Para elit partai berbondong-bondong membentuk koalisi. Ramping dan gemuk menjadi gambaran yang dinanti. Para penonton tinggal memantau melalui televisi atau media maya lainnya, seraya menyiapkan diri kalau saja keputusan ternyata tidak sesuai prediksi.
Nantinya, baik skema ramping atau pun gemuk yang akan diikuti, ya, terserah saja. Itu hak sepenuhnya warga negara yang masih bernyawa. Jika yang tergambar pun tidak sesuai harapan, terima dengan lapang dada.Â
Sebab, termasuk hal wajar ketika ada yang melakukan cara tertentu demi mencapai tujuan. Selama tidak ada yang dirugikan, biarkan saja.Â
Akan tetapi, terkhusus untuk para calon pemangku jabatan di negeri ini, yang tidak diperkenankan adalah ia yang memakai cara tidak benar untuk menduduki kursi puncak, terutama yang secara terpilih dapat menikmati empuknya kursi-kursi di gedung yang akhir-akhir ini penuh kontroversi.
Di dalam gedung berbentuk sayap itu santer terdengar kabar tak menyenangkan dan beragam drama yang tak terelakkan.Â
Misalnya saja, kejadian tentang anggota dewan yang terhormat sempat terciduk melakukan praktik kotor. Ada yang tertangkap basah menonton video tak senonoh di ruang rapat. Ketika dikonfirmasi, jawabannya malah membuat geli. Mengelak. Itulah yang terjadi. Ada pula yang terekam kamera sedang melakukan judi slot. Sempat berkilah bahwa itu sekadar permainan untuk melibas rasa bosan saat jeda rapat paripurna. Lagi dan lagi, pandai sekali mengarang cerita.
Kalau begitu, kenapa nggak jadi novelis saja, to? Kan, alur dan latar belakang kisa bisa diatur semaunya.Â
Kini, banyaknya fenomena diluar logika semacam itu, membuat pemilu raya seolah-olah menjadi satu paket dengan rasa hilang percaya. Apa lagi, kalau konflik internal terus meninggi. Bisa-bisa, kepercayaan masyarakat bisa tenggelam sebab terbiasa termakan janji-janji manis yang kerap berupa bualan.