Siapa yang tidak geram ketika mendengar ada orang yang terbukti korup, tindakan yang merugikan banyak orang, mengambil hak umum untuk keperluan pribadi. Bisa diartikan bahwa Korupsi adalah penyakit ketika seseorang memiliki kekuasan untuk mengurusi hak banyak orang, maka tidak sedikit pelaku korupsi berasal dari kalangan orang terpandang, konglomerat, pejabat bahkan ustad. Pada awalnya ketika mereka berusaha mengurusi kepentingan umum semuanya dilaksanakan sesuai dengan aturan mainnya, akan tetapi kemudian muncullah godaan untuk memenuhi hasrat pribadinya yang tak terbatas sehingga dengan kekuasaan yang dimilikinya dia bisa mengambil keuntungan besar dan mengambil hak orang lain untuk kepentingannya pribadi. Namun yang menjadi masalah adalah ketika seseorang terbukti melakukan tindakan pidana korupsi dan diberi hukuman atas perbuatannya, hal tersebut tidak memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi lainnya, seakan merasa tidak ada yang perlu dikhawatirkan mereka tetap saja menjalankan aksinya. maka jangan heran jika terus bermunculan para tersangka tindakan pidana korupsi, wajah-wajah baru para pelaku korupsi secara bergantian tampil didepan layar kaca televisi.
Apa yang salah dari semua itu, kenapa keinginan untuk melakukan korupsi masih menjamur, apakah perilaku korupsi sulit dibendung, atau mungkin hukuman atas tindakan korupsi masih belum memberi pelajaran bagi sang pelaku maupun bagi teman-temannya yang korup. Mendapatkan hukuman 4 tahun penjara atau lebih setelah melakukan korupsi sekian miliar tentu tidak akan membuat jera bagi para pelaku korupsi, hukuman yang akan berlalu setelah 4 tahun tidak sebanding dengan uang dan hak yang mereka rampas. Kemudian apakah ada hokum lain yang bisa membuat mereka mengambil pelajaran dari tindakan kotornya tersebut sehingga mereka dan kita semuanya punya phobia terhadap korupsi.
Dalam islam barang siapa yang mencuri, merampok, mencopet dan lain sebagainya maka diberlakukan baginya qishas atau potong tangan dan hal ini sudah diterapkan sejak zaman nabi, diberlakukannya qishas itu sendiri tidak lain agar semua orang bisa mengambil I’tibar (pelajaran) dan kemudian takut untuk melakukan hal serupa. Jika ada yang mengatakan bahwa qishas melanggar hak asasi manusia mungkin merekalah yang ingin melestarikan penyakit korupsi, akan tetapi bagi kita tindakan korupsi merupakan penyakit kronis dan dibutuhkan obat yang bisa menyembuhkannya secara total, sehingga para pelaku korupsi sadar akan perbuatannya dan kita yang masih bersih tidak terbesit dalam diri kita niatan untuk melakukan hal yang serupa.
Jika semuanya dikembalikan berdasarkan hokum dan ajaran islam tentulah semua permasalahan bisa kita selesaikan dengan baik, islam memberikan kita al-qur’an dan as-sunnah untuk dijadikan pedoman dan pandangan hidup bukan hanya untuk dihapalkan ataupun dicari celah untuk mengingkarinya. Orang beriman tentunya tidak akan mengimani sebagian dari al-qur’an dan mengingkari sebagiannya, maka dari itu mari terapkan hokum berdasarkan islam demi kesejahteraan bersama, sungguh Allah maha benar dengan segala aturannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H