Mohon tunggu...
Nurkholis Ghufron
Nurkholis Ghufron Mohon Tunggu... wiraswasta -

Alumni MI Darussalam Padar, Mts Darussalam Ngoro, Darussalam Gontor 94, berwirausaha, Suka IT...To declare does'nt mean to be Proud of. It rather than to be thankful to teachers and carefully behaviour...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Road To Mecca 26: Bahkan Snouck Hurgronyepun (mungkin) Mabrur Hajinya

24 November 2012   22:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:43 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Makkah Tempoe doeloe , hasil jepretan Snouck Hurgronye (sumber gambar : The Culturist) http://id.wikipedia.org/wiki/Kakbah Sudah menjadi jamak bahwa setiap insan yang menunaikan ibadah haji menginginkan mendapat predikat Mabrur hajinya. Namun ada pendapat yang seorang Kyai yang tak perlu saya sebutkan, bahwa boleh jadi banyak dari Jamaah haji pulang dengan memperoleh predikat ini, namun seiring waktu ketika kembali ke tanah air, banyak diantara mereka tidak mampu menjaga kemabrurannya karna berbagai godaan baik kebiasaan lama maupun kebiasaan buruk baru akan selalu menghampiri. Istilah  umumnya yang banyak dikenal adalah " Memperoleh itu lebih mudah dari pada menjaganya."  , sedang istilah khowasnya adalah "Istiqomah itu lebih baik dari pada seribu karomah."  karna predikat mabrur di sini adalah karomah atau penghargaan dari Allah sedangkan menjaga predikat ini setiap nafas dan detakan jantung adalah Istiqomah atau perjuangan menegakkan kalimat illahi. Saya lebih suka dengan pemikiran ini, karna dengan demikian , seorang yang telah berhaji harus berjuang lebih keras lagi untuk minimal mempertahankan "kelas" keimanannya agar tidak turun tahta atau yang lebih baik bisa ber"mi'roj" menuju derajat samawi. Panggilan Abah atau Pak Haji bisa menjadi lecutan dua sisi, sisi positiv untuk selalu mengingatkannya agar menjaga kualitas hajinya atau sisi negativ untuk berbangga ria di depan orang lain atau bangga dengan tambahan huruf "H" di depan namanya. Nauzubillahi min zaalik. Pemandangan Mina sebelah selatan, jepretan Snouch Hurgronye (Sumber gambar:the Culturist)

Mina modern (sumber gambar :Muslim Times) Tepat 128 tahun yang lalu,1884 , pada usia 27 tahun Cristian Snouck Hurgronye menunaikan ibadah Haji ke Mekkah Al Mukarromah setelah menjadi muallaf kemudian mengganti nama menjadi Al Sayyid Abdul Ghaffar. Kemudian menikahi wanita Muslimah Ethiopia dan hidup di antara kaum Muslimin di sana sampai setahun kemudian Gubernur Turky yang waktu itu masih menguasai Mekkah memerintahkan untuk meninggalkan Mekkah dengan segera karana berita intelijen bahwa dia adalah mata-mata. Malang bagi istrinya, ditinggalkan begitu saja dan diserahkan kepada orang yang selama ini dia tinggali bersama. Tenda Haji di sebelah timur gunung Arafat, Jepretan Snouch Hurgronye (sumber gambar :The Culturist)
Wukuf di Arafah pada era sekarang (http://valentines-day-2012-blog.blogspot.com/) Setelah itu beberapa perjalanan dia lalui sampai akhirnya pada tahun 11 Mei 1889 atau lima tahun setelah menunaikan ibadah haji, dia meninjakkan kakinya di Batavia untuk melakukan riset tentang pranata Islam. Pada masa-masa inilah dia  menikah dengan wanita pribumi bernama Sangkana yang melahirkan anak dari nya :Ibrahim, Aminah, Salmah Emah and Oemar. Malang bagi Sangkana yang meninggal ketika melahirkan anak yang kelima yang mati ketika proses melahirkan. Kemudian dia menikah lagi dengan perempuan pribumi yang bernama Sajidah.
Snouck diantara kerumunan Muslim pribumi (acehindependent.com) Setelah riset-risetnya menghasilkan kemenangan bagi Belanda yang dengan pemikiran divide et emperanya bisa menguasai Aceh pada tahun 1905, maka Snouck kembali ke Belanda dan meninggalkan  istrinya yang masih hidup Sajidahdan empat anaknya dengan memberikan setiap satu anaknya uang 5000 gulden Belanda atau kira-kira 62.5 juta dengan kurs tengah Euro 12.500 pada tanggal 25/11/2012 karna satu guldennya mempunyai kurs dengan kontrak lama 0.45 terhadap Euro dan sesampainya di Belanda , Snouck menikah lagi dengan anak seorang pensiunan pendeta Ida Maria. Adalah menarik untuk kita simak, ternyata ide divide et empera yang mengantarkan Belanda dapat menaklukkan Aceh pada awal abad 19 adalah lahir setelah kepergian Hajjinya dari Makkah Al Mukarromah. Itulah sebabnya, Snouck mendapat julukan pengkhianat bagi kaum Muslimin khususnya Aceh. Karna setelah menjadi Muallaf  bernama Abdul Ghaffar dan bergelar Haji justru melakukan tindakan-tindakan yang memenangkan pihak musuh yang pada waktu itu menjadi ibu pertiwinya. Boleh jadi Snouck pun memperoleh predikat haji mabrur setelah menunaikan ibadah haji dengan sempurna  namun seiring pergulatan pemikiran yang melewati waktu yang panjang , Snouck tidak mampu menjaga kemabrurannya hingga akhir hayatnya. Nauzubillahi min zaalik. Wallahu a'lam Bisshowab. Nurkholis ghufron Makkah tempo dulu (the culturist)
Makkah sekarang (http://shefa-umiecute.blogspot.com/)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun