Dua orang kakak beradik ini lahir dari rahim ibu yang sama namun karna pengalaman kekalahan dalam pemilihan pemimpin, Â sang adik kalah dari sang kakak maka sang adik melakukan semacam pemberontakan secara tersembunyi untuk menggugat kepemimpinan sang kakak yang dianggapnya tidak sah karana dalam fikiran sang adik , titah kepemimpinan seharusnya diberikan kepada orang yang menjadi panutannnya. Dalam penantian menuju masa untuk merebut kepemimpinan dari sang kakak inilah , para Imam mereka merumuskan khittoh golongan mereka yang sesuai dengan pengalaman kekalahan spiritual mereka.
Namun dari antara mereka sendiri pun terjadi perpecahan dan membentuk faksi-faksi kepercayaan kecil. Diantara mereka ada yang kelewat batas dalam menuhankan seseorang dan mengkafirkan pengikut sang kakak karna itu mereka dikenal dengan istilah gholat atau yang berlebih-lebihan namun ada juga yang moderat sebagaimana pengikut sang kakak juga ada yang demikian.
Saya mengumpamakan Ahlussuhnnah  dan Syiah adalah personifikasi kakak dan adik.  Dalam hal ini sang adik sangat berani dalam menafsirkan ayat-ayat Allah berikut sabda Nabi di luar protokoler yang sudah baku sebagaimana sang kakak yang sangat berhati-hati. Sehingga ketika berita tentang syiah ini beredar luas di kalangan sunni maka terkaget kagetlah orang yang selama ini mempunyai paradigma diktat seperti halnya saya ini.  Kesan pertama jika tidak mengerti alasan maka akan dengan cepat menganggap sesat. Suatu contoh ketika wartawan suatu koran melakukan kunjungan ke Teheran di bulan Ramadhan maka didapatinya banyak orang yang tidak berpuasa , kesan pertama kita :Wah puasa buat mereka gak wajib.  Namun setelah dikonfirmasi langsung  kepada Imam mereka , mereka mengatakan bahwa mereka mempunyai hukum yang sama dengan kita bahwa puasa ramadhan adalah wajib  dan tidak bagi  musafir. Kalau sunni menekankan pada wajibnya dan kalau syiah menekankan pada musafirnya alias tidak wajibnya musafir untuk berpuasa Ramadhan. Berangkat dari penekanan yang berbeda akan melahirkan intrepetasi yang berbeda pula dan jika kita memang mencari perbedaan maka akan bertemu dengan perbedaan ini , dan kalau kita cari persamaan kitapun akan bertemu dengan persamaan.
Kemudian dalam hal sholat tarawih,  mereka beranggapan bahwa sholat sunnah tidak boleh dijalankan secara berjamaah termasuk dalam hal sholat tarawih ini, meski tidak sholat tarawih mereka mengerjakan sholat sunnah yang jumlah rakaatnya melebihi tarawehnya  Islam Sunni; rakaat mereka bisa mencapai 1000 (seribu ) rakaat kalau kita bandingkan dengan rakaat taraweh kita yang mengikuti 20 rakaat = 600 rakaat jika bulan Ramadhan mencapai 30 hari atau 240 rakaat bagi yang mengikuti 8 rakaat. Perlu dikethui bahwa sholat taraweh dilaksanakan secara berjamaah mulai pada khalifah Ummar bin Khottob dan bukan pada masa Rasulullah hidup. Dari sini bisa kita tarik benang putih dalam hal taraweh untuk kontek ini , Ahlussunnah mengikuti mainstream nya Umar bin Khottob sedangkan Syiah mengikuti yang masih asli dari Rasulullah Saw. Apakah saya membela mereka? , tidak juga. Selama mempelajari bulughul marom, kitab mashur karya Ibu Hajar  al-Asqolany yang berisi hadits-hadits tentang fiqh,tidak ditemukan hadits yang menerangkan kepada kita pelaksanaan sholat tarawih di bulan Ramadhan secara berjamaah dan bahkan yang lebih mengejutkan adalah jumlah tarawih yang total 20 tidak akan pernah ditemukan dalilnya sebagaimana dalam hal sholat lima waktu. Kalaupun ada dalilnya  , adalah hadits yang multitafsir dan bias. Adalah sahabat Umar yang melihat pelaksanaan sholat tarwih ini berpencar-pencar yang menginspirasikan sebuah 'potensi dakwah dan potensi kekuatan' karna itu Umar mengorganisir ketidakrapian dalam sholat sendiri-sendiri dan benarlah visi Umar ini, sholat Taraweh menjelma menjadi ibadah yang luar biasa dahsyatnya bagi spiritual ummat Islam di bulan Ramadhan. Diragukan bulan Ramadhan akan sedemikian syahdunya jika tidak ditopang dahsyatnya pelaksanaan sholat tarawih di seantero dunia terutama ketika syiar-syiar di luar Islam sudah sedemikian gemebyarnya. Tentu saja  Umar dan para sahabat yang kala itu sangat berhati-hati terhadap timbulnya bid'ah sudah mempunyai dasar ataupun pernah melakukan bersama Nabi namun sayangnya hadits yang sampai kepada kita tidak pernah membahas jumlah rakaat.
Singkat kata:  adalah mungkin islah bagi  Sunni dan Syiah dengan konsekwensi tanggung jawab dari kedua belah fihak terutama para ulamanya. Apalagi jika 'kerinduan' untuk bernostalgia antara Kakak dan Adik ini semakin kuat dan menjauhkan ego masing masing dari klaim-klaim kebenaran sepihak secara vulgar dan berlebihan .
Syiah sekarang ini melakukan konsolidasi yang dimotori oleh Iran , namun janganlah kita menganggap kemajuan mereka adalah diperoleh dengan gratis setelah mengalami penindasan dan ketidakadilan di pentas dunia, mereka berhak bangkit untuk melawan ketidak adilan yang mereka terima. Adapun wajah Sunni justru tercabik-cabik oleh beberapa sikap opportunis pemimpinnya .
Jadi bersatulah wahai ahlussunnah !!
Narasi oleh
Nurkholis Ghufron.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI