Metode sedekah Yusuf Mansyur (selanjutnya saya sebut Cak Yusuf) dengan menjelaskan rincian imbalan sedekah dalam bentuk “digit” mendapat kritikan pedas dari Emha Ainun Najib (selanjutnya saya sebut Cak Nun), budayawan kondang dari Jombang . Menjadi hal biasa, Kyai Mbeling ini sering mencermati suatu isue dari sudut pandang yang berbeda dari hal yang umum termasuk kasus sedekah Cak Yusuf ini.
Cak Nun berpendapat bahwa bersedekah kepada makhluq Allah tanpa mengharap apa apa dari-Nya adalah manifestasi dari kesyukuran seorang hamba kepada Tuhan . Jadi setelah bersedekah mobil misalnya ya sudah tidak perlu difikir fikir nanti akan dapat kereta Api dari Allah dsb.Cak Yusuf berpendapat bahwa manusia awam perlu dimotivasi untuk bersedekah bahwa sedekah tak akan membikin orang bangkrut bahkan si penderma akan bertambah kaya sesuai dengan janji Tuhan. Menanamkan motivasi semacam ini perlu contoh-contoh baik dari masa lampau maupun dalam masa sekarang ini. Di sini, Cak Yusuf menekankan keMaha Kayaan Tuhan dan Ketepatan janji Tuhan bagi orang yang mendermakan hartanya kepada sesama makhluq di muka bumi ini. Dalam bahasa awam, manusia membutuhkan “keajaiban” untuk mempertahankan keyakinannya kepada Tuhan dalam hal hal tertentu.
Cak Nun memandang bahwa perdagangan dengan Tuhan dalam sedekah adalah sesuatu yang tak patut dilakukan karna ranah itu seharusnya dilandasi dengan keikhlasan dan menafikkan hitung hitungan kalkulator. Sedangkan Cak Yusuf berpendapat bahwa berdagang dengan Tuhan dalam kontek sedekah itu sah sah saja karna memang banyak terdapat teks teks yang membicarakan tentang hal ini.
Definisi tijarah (dagang) sendiri menurut Raghib Al Asfahany adalah : mengelola modal untuk mencari laba (keuntungan). Andaikata modal di sini adalah amal shaleh salah satunya adalah sedekah maka tidaklah berlebihan jika manusia meminta kepada Nya yang Maha Kaya atas seluruh makhluq Nya untuk melebihkan pahala sebagai bentuk keuntungan dari modal kesalehan.
Kalau kita cermati secara tekstual dari Al Qur’an Hadist , Cak Yusuf dalam hal ini sebenarnya hanya memformat metode penyampaian kepada sifat yang lebih menjual di pasaran tanpa menjanjikan apa yang dijanjikan Tuhan alias beliau menyampaikan ayat saja (muballigh) namun tak dipungkiri demi memperkaya narasi, Cak Yusuf meng eksplore dengan trik trik kalkulator menjadikan metodenya ‘dagang banget gitu lho’ . Bahasa berdagang dengan Tuhan sendiri, Allah contohkan dalam beberapa “special offer”. Salah satu ayat tersebut adalah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَىٰ تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ * تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ
وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, maukah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS : as Shaf : 10-11)
Dalam ayat lain, Allah mendefinisikan bukan sekedar transaksi perdagangan tapi transaksi hutang piutang antara pelaku kedermawanan dan sang Khaliq disertai janji dari Nya bahwa harta yang ia keluarkan akan dilipatgandakan dengan lipat ganda yang banyak .
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah) maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rizqi) dan hanya kepadaNYA lah kamu dikembalikan. (QS. Albaqoroh, 2 : 245)
Kemudian dalam Surat yang sama ayat 261 Allah menggambarkan orang yang bersedekah dengan hitungan kalkulator sebagai berikut :