Akar dari kenapa pelaku teror dari Non Muslim “tak terbaca“ oleh Densus 88 sebagai proxy negara dalam memberantas terorisme adalah berawal dari adopsi membabi buta terminologi terorisme ala “Ibnu Muljam”.
Hal ini sangat berbeda dengan fatwa ” bughot” NU di masa KH. Idham Chalid dengan semangat kebangsaan NKRI dan semangat mempertahankan Pancasila yang tak membedakan Ras,agama dan golongan terhadap para pelaku pemberontakan dari DI /TII yang muslim, RMS Ambon yang mayoritas Kristen, dan terfenomenal adalah PKI yang di dalamnya ada Muslim dan Non Muslim meski mengaku Ateis. Karna “equality before the law” telah tegak berdiri antara negara dan rakyat berkat dari perjuangan NU masa lalu .
Karna NU sudah bersusah payah mencetuskan Islam Nusantara , konsekuensinya adalah harus merubah pakem terorisme Arab menuju pakem Nusantara. Namun masalah akan muncul jika definisi terorisme diNusantarakan, karna siapakah yang akan “legowo” menggantikan posisi Ibnu Muljam??..apakah Ngadimin, Cak Slamet, Cak Sudiro...Seorang bersuku seorang yang baik hati, suka menolong tetangga tanpa pamrih, tepo seliro tiba tiba membunuh seorang yang ternama maka dia dijadikan icon terorisme. Saya yakin seluruh orang yang berdarah Jawa akan tersinggung dengan ikonisasi semacam ini. Apalagi orang Bugis, Orang Batak , orang Madura atau orang Cirebon sendiri .
Tersebab dari itu , marilah kita berhenti menggeneralisir sebuah sebab khusus tanpa “illah” yang rasional. Karna tindakan seperti ini adalah kejahatan terhadap kemanusiaan sedangkan NU tak mungkin melakukan amar makruf tapi meninggalkan Nahi Mungkar.
Wallohu a'lam bisshowab.
Nur Kholis Ghufron
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H