Tragedi Mina 2015 : Stop Kambinghitamisasi!
Seorang ibu melihat anak balitanya terjatuh karna sebuah kursi, ibu tersebut memukul mukul kursi demi menenangkannya . Seorang balita terpleset jatuh di lantai Mall yang licin, lantas sang ibu memukuli lantai demi menghentikan tangisny a. Mayoritas kita tak menyangka bahwa tindakan mengkambinghitamkan kursi dan lantai tersebut jika dilakukan berulang kali akan berdampak psikologis di masa mendatang bagi karakter anak tersebut .
Sebuah studi menemukan bahwa kebiasaan orang tua mencari kambing hitam demi menenangkan balita akan membekas di memori bawah sadarnya dan ini adalah penyemaian buruk bagi karakter di saat memori anak masih sangat menerima imformasi informasi . Tatkala dewasa nanti , setiap masalah yang sama terjadi memori yang tertidur di bawah sadarnya akan otomatis mengidentifikasi dan berusaha mengirimkan sinyal terhadap otak untuk mempengaruhi kebijakan kebijakan untuk survive mengalahkan opsi lainnya .
Kita tak ingin mencari kambing hitam baru mengenai siapa yang telah mendidik kita untuk menjadi terbiasa seperti ini ?. Saya yakin bukan ibu kita seperti dalam paragrap pertama di atas, pasti ada “komunitas tersistem” yang berperan dalam menanamkan virus seperti ini sehingga kita terperangkap dalam sistem konyol ini. Dan itu lebih mudah di lakukan di era di mana internet dapat dengan mudah melewati sekat sekat tembok dan dinding di dalam rumah tangga sehingga muncul ibu-ibu non biologis yang berpotensi merebut dominasi peran ibu biologis. Tapi kita harus keluar dari perangkap ini untuk dunia yang lebih baik.
Tragedi Mina yang merenggut 700 nyawa para Hujjaj, sebenarnya adalah testing. Akan terlihat di sana orang orang yang berjiwa “blaming” dan orang orang yang berjiwa “positif” terhadap kasus ini terutama dalam melihat netralitas kausalitas demi mencari solusi untuk kemaslahatan bersama.
Sebagai orang yang pernah berhaji, tahun 2012, saya melihat kesungguhan luar biasa dari seluruh fihak yang ada di Saudi Arabia dalam menyambut tamu Allah. Pramuka yang meliputi anak anak muda dikerahkan untuk membantu para Hujjaj. Polisi standby 24 jam di jalanan sampai sholat di pos pos mereka dan tidak ikut di masjid. Panitia sipil yang selalu menghabiskan puluhan kilometer tali plastik untuk mengatur shof shof sholat dan menegur tamu Allah yang tak bisa diatur dengan sebutan “Akhy....” atau “brother....”. Mobil golf mondar mandir di arena Masjid Nabawy menjemput dan mengantar wanita dan orang tua. Ribuan ambulan siaga di titik titik rawan. Pengusaha dermawan membagikan ratusan kontainer berisi makanan gratis bernilai ratusan milyar atau bahkan trilyunan rupiah jika diuangkan baik ketika di Makkah maupun di Madinah ataupun ketika dalam perjalanan. Lift modern ada di mana mana.
Lha kalau dimodernisir di bilang Las Vegasasi Makkah, kalau semrawut dibilang teledor maka lantas mana yang benar? Lantas apa yang dimau?.
Pada haji 2012 bertepatan dengan haji akbar yang diperkirakan berkumpul 5 juta manusia lebih besar dari pada tahun ini 2015 yang berkisar 2 sampai 4 juta namun dengan prasarana yang lebih baik dari pada tiga tahun yang lalu bahkan ketika saya telat sholat berjamaah, untuk rukuk saja tak bisa terbentur dengan shof di depan. Jadi Haji ini masalah managemen jumlah yang overload dan waktu yang terbatas. Untuk konser musik kecil kecilan yang berjumlah 50 ribu saja banyak terjadi kecelakaan padahal waktunya tidak seketat ritual haji dan tak seletih haji.
Sebagaimana Turky, Iran seharusnya ikut “nimbrung” bersama untuk mencari solusi agar tragedi ini tak terulang dan tidak bermain dalam tataran “kambing hitam” atau menyudutkan salah satu fihak karna aksi demikian tak akan menyeleseikan masalah. Begitu juga media yang menempatkan Head to Head Sunni Vs Syiah juga harus menyadari bahwa dunia yang lebih damai memerlukan “sedikit” saja ego mereka yang biasa menjual berita untuk mendapakan keuntungan dari ke dua belah fihak dalam bentuk materi. Jadi semua fihak harus berhenti tuding menuding untuk mendinginkan suasana dan membuka kacamata negatif yang selalu kita pakai selama ini dalam melihat fihak lain.
Jika saya bisa memberikan sumbangsih bagi penyelenggara haji di Saudi lewat artikel ini, sebaiknya Haji BackPacker yang mencari jalan ke Makkah lewat “Jalan Tikus” baik dari Afrika atau bahkan dari Saudi sendiri memang harus ditertibkan karna boleh jadi mereka memang tak pernah mendapatkan bimbingan haji yang berimbas “indisipliner” ketika berada di tanah suci karana ketidak tahuan aturan. Dan ini boleh jadi ikut menyumbang “tragedi Mina”, tapi bukan untuk mengkambinghitamkan mereka.
Wallohu a’lam bisshowab