Mohon tunggu...
Nur Kholifah
Nur Kholifah Mohon Tunggu... Penulis - :)

.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menyikapi Covid-19 dan Konflik Menurut Perspektif Kemajemukan Masyarakat

27 Maret 2020   12:18 Diperbarui: 27 Maret 2020   12:34 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Menyikapi Covid-19 dan Konflik Menurut Perspektif Kemajemukan Masyarakat

Oleh : Nur Kholifah

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat : 13)

Didalam kandungan ayat diatas sangat jelas bahwasannya Allah menyeru kepada semua manusia, tidak pandang suku, agama, budaya, ataupun perbedaan lainnya untuk menjadikan saling kenal-mengenal. Dan yang sudah kita ketahui bahwasannya di Indonesia terdapat banyak sekali perbedaan-perbedaannya, mulai dari agama, budaya, suku, bahkan setiap suku memiliki bahasa yang berbeda pula. Tetapi semua perbedaan itu telah terangkum dalam satu negara. Yang juga telah menjadi simbol dalam kalimat “Bhineka Tunggal Ika” yakni berbeda-beda tetapi tetap satu jua.

Namun semua itu tidak juga bisa menjadikan ketidak adaannya konflik-konflik di setiap perbedaan. Karena pada hakikatnya setiap manusia memiliki cara pandang dan pemikiran yang berbeda-beda dalam melihat suatu permasalahan. Dan saling membesarkan ego masing-masing yang menjadi awal pemicu adanya Seperti halnya peristiwa yang terjadi di kota Ambon, tepatnya pada tanggal 19 Januari 1999 yang bertepatan dengan hari raya idul fitri. Peristiwa ini dikenal dengan konflik kemanusiaan. Pemicu utama terjadnya konflik ini yaitu adanya cekcok soal uang pungutan antara pemuda yang tinggal di daerah Batu Merah dengan seorang supir angkot asal Mardika. Di bumbui oleh sentimen agama, cekcok antar dua pria tak perlu waktu yang lama untuk menjadi konflik antar kelompok agama. Saling serang dan bunuh terjadi. Yang mengakibatkan 5000 jiwa tewas dan lainnya mengungsi.

Peristiwa ini menjadikan perpecahan antar warga setempat yang merasa memiliki perbedaan dalam beragama. Warga yang merasa agamanya minoritas terpaksa harus angkat kaki dari kediamannya dan pindah ke tempat yang memiliki kesamaan dalam beragama. Muslim meninggalkan tetangga mereka yang beragama Kristen, dan sebaliknya, Kristen meninggalkan tetangga mereka yang beragama Muslim. Padahal sebelum konflik ini terjadi, warga setempat, sebut saja daerah Batu Merah Dalam yang dihuni oleh mayoritas Muslim tetapi mereka bisa hidup berdampingan dengan warga lain yang berbeda agama. Bahkan dari perbedaan keduanya bisa menjadikan hubungan mereka sangat erat. Mereka menganggap satu sama lain sudah layaknya saudara dan tidak ada hal yang harus menjadikan mereka berselisih paham.

Setelah konflik berlalu, tepatnya pada tahun 2004, kisah manis hidup bertetangga di daerah kampung Batu Merah Dalam sontak menjadi tinggal kenangan saat warga yang beragama Kristen tinggal di pengungsian. Tak ada yang berani keluar dari pengungsian, sebab salah jalan bisa berarti kematian. Namun di dorong rasa rindu dengan tetangganya di kampong Batu Merah Dalam, Othe, salah satu warga Kristen memberanikan diri untuk mengajak warga di pengungsian berkunjung ke kampung Batu Merah Dalam. Walaupun ide tersebut menjadi ide yang sangat menakutkan bagi sebagian orang. Tetapi baginya hal ini harus dilakukan untuk membenahi kembali persaudaraan yang pernah terjalin diantara mereka. Dan berusaha untuk menghilangkan rasa trauma dalam diri mereka sebab adanya konflik pada saat itu.

Adanya perpindahan warga ini menimbulkan segregasi baru, atau setidaknya mempertajam segregasi yang telah ada sebelumnya. Beberapa contoh perpindahan warga kota Ambon saat terjadi konflik tersebut diantaranya warga Muslim dari Passo, daerah yang dominan dihuni oleh warga Kristen pindah ke wilayah Muslim di Waiheru dan Nania. Muslim dari Soya pindah ke Kahena dan Batu Merah yang kampung tersebut dihuni oleh mayoritas Muslim. Sedangkan warga Kristen dari kampung Batu Merah pindah ke wilayah relokasi di daerah Kayu Tiga. Ada juga warga Kristen Waihaong yang pindah ke beberapa wilayah yang mayoritas Kristen.

Rektor IAIN Ambon, Hasbollah Toisuta mengatakan “ Saya melihat bahwa segregasi ini karna mungkin konflik waktu itu terjadi terlalu lama. Yang menjadikan keprihatinan kita, karena kalau segregasi ini terjadi terlalu lama mengkhawatirkan akan menciptakan pengerasan pada lebel pemahaman keagamaan dan sebagainya. Tetapi yang penting bagi kita sekarang, zona-zona perjumpaan itu terbuka juga, seperti wilayah-wilayah perkantoran dan sekolah-sekolah telah diupayakan untuk tidak ada lagi segregasi lagi. Sehingga dapat melakukan hal secara bersama-sama dan bisa saling berbaur antar umat beragama. Dan semoga untuk kedepannya masyarakat ini tidak tersegregasi lagi.”

Setelah usai terjadinya konflik tersebut, masyarakat di wilayah kota Ambon memutuskan untuk mengambil jalan perdamaian dan mencoba memperbaiki kembali hubungan kekerabatan diantara mereka. Satu sama lain mencoba memafkan semua hal yang pernah terjadi di massa lalu, dan mencoba untuk menghilangkan trauma dari masing-masing orang. Dan dari kejadian konflik di Ambon ini juga bisa diambil pelajaran bahwasannya setiap masalah dapat terselesaikan jika tidak saling membesarkan ego masing-masing dan perbedaan umat beragama juga bisa terselesaikan jika saling dibicarakan dengan damai. Dalam kejadian konflik Ambon ini dapat menyatukan kembali umat beragama. Lalu jika kita kaitkan dengan keadaan yang terjadi saat ini dengan adanya penyebaran virus covid-19, apakah umat beragama masih bisa bersatu, bersama-sama melawan penyebaran virus covid-19 tersebut?

Wabah virus corona atau dengan nama lain Covid-19 sedang marak terjadi di berbagai belahan dunia. Dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan secara resmi wabah virus corona menjadi pandemik alias wabah global. Yang tentunya dengan adanya dampak tersebut dapat mengganggu kehidupan sehari-hari masyarakat dunia dan menimbulkan kecemasan pada diri mereka. Maka dari itu penyebaran virus covid-19 ini perlu dicegah secara bersama-sama. Menjadikan kita harus bersatu tidak pandang perbedaan, sebab virus covid-19 ini menyerang semua orang baik anak-anak maupun orang tua, kaya ataupun miskin, laki-laki ataupun perempuan, Islam ataupun Kristen, dan perbedaan lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun