Sosok yang tidak pernah berhenti mengembangkan kompetensi diri untuk mencerdaskan orang lain. Setiap langkahnya adalah sebuah makna bagi bangsa dan negara. Namanya tidak akan pernah luput dan usang sepanjang masa. Ya, saat ini kita sedang berbicara tentang guru.
Sosok guru selalu menjadi asa untuk membuka mata dunia bahwa Indonesia adalah negeri dengan berjuta rakyat yang memiliki kecerdasan. Tak sekadar kecerdasan intelektual saja tetapi mencakup juga kecerdasan sosial, emosional, teknologi, dan lain sebagainya. Lebih dari itu, kecerdasan moral sebenarnya menjadi suatu hal yang lebih diperhatikan dalam dunia pendidikan. Hal ini dikarenakan ada salah satu alasan yang masih merupakan bagian dari pandangan masyarakat pada umumnya. Pandangan masyarakat yang dimaksud ialah bahwa orang yang cenderung bermoral buruk dianggap sebagai orang yang tidak berpendidikan. Dan terkadang masyarakat memiliki stigma bahwa pendidikan itu tidak perlu karena ada juga orang yang tidak berpendidikan tapi justru memiliki moral yang jauh lebih baik daripada orang yang menempuh pendidikan.
Dari hal tersebut, perlu terjawab dengan bukti nyata bahwa guru harus mampu menanamkan nilai moral dalam diri tiap peserta didik. Sebuah tantangan yang bisa saja berbalik menjadi cacian atau hujatan ketika guru tidak bisa melakukannya dengan baik. Namun, apakah hanya guru yang menjadi patokan dalam hal ini? Tentu tidak. Guru pun perlu dukungan orang tua dan orang-orang di sekitar peserta didik untuk penanaman moral yang baik. Karena bagaimanapun guru berbicara sampai berbusa, tidak akan berhasil jika rumah dan lingkungannya merusak terhadap moral yang ditanam guru dalam diri peserta didik.
Support system dari lingkungan hidup peserta didik sangat dibutuhkan. Tentunya, hal inilah yang perlu ditanamkan guru juga agar peserta didik mampu membangun lingkungan yang baik. Selain itu, Â guru juga perlu meminta peserta didik untuk berusaha menghindari jauh lingkungan yang dapat membuat buruknya moral. Dan yang tak kalah penting, guru seharusnya menyampaikan terkait indikator untuk mengetahui lingkungan yang sehat dengan yang tidak.
25 November menjadi hari yang indah bagi guru di Indonesia. Namanya dipuja-puja, dijunjung, dihormati, dan sangat dihargai oleh semua masyarakat. Hari itu menjadi hari yang ditunggu-tunggu karena mengingat perjuangan guru yang tidak begitu mudah dalam membangun, menciptakan, dan merangkai asa bangsa yang luhur. Rekam jejak tidak mampu menghapus atau menghilangkan jasa, peluh keringat, dan tangis guru. Terlihat sangat jelas bahwa guru menjadi ujung tombak dalam keberhasilan suatu pendidikan.
Apa yang terjadi jika di dunia tidak ada guru? Apa yang bisa kita lakukan saat ini jika tidak ada guru? Dan apa yang akan terjadi ketika guru diabaikan dan tak di indahkan? Pastinya semua akan memburuk dan menjadi seburuk-buruknya kehidupan. Tidak ada lentera, tidak ada model, bahkan tidak ada masa depan yang cerah.
Tidak ada lentera berarti tidak ada penerang yang menuntun kita kepada kehidupan yang akan datang. Tidak ada lentera berarti tidak ada sesuatupun yang dapat kita lihat sehingga kita akan gelagapan ketika berjalan. Tidak ada lentera berarti tidak ada yang bisa kita harapkan untuk sampai dengan baik kepada tujuan yang didam-idamkan. Apalagi sebagai model? Jika guru tidak ada, maka kita tidak akan tahu bagaimana gambaran kehidupan. Jika tidak ada, maka kita tidak tahu bagaimana cara menghadapi tuntutan dunia. Dan jika tidak ada, maka siapalah kita saat ini?
Menghargai jasa guru merupakan hal yang sangat perlu dilakukan, diucapkan, dan digaungkan. Karena ini dapat menjadi pandangan bagi generasi penerus bangsa bahwa guru harus tetap ada sampai kapanpun. Menjadi contoh bahwa hari esok dan seterusnya guru akan tetap menjadi pedoman dalam berkehidupan.
Generasi penerus bangsa atau generasi yang akan datang adalah generasi emas yang digadang-gadang akan terwujud di tahun 2045. Untuk menjadikan nyata, semua guru haruslah selalu mengembangkan kompetensi diri. Kompetensi tidak hanya mengandung pengetahuan, keterampilan, dan sikap namun yang terpenting adalah penerapan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang direalisasikan dalam pelaksanaan pekerjaan yang dibebankan kepadanya dengan penuh tanggung jawab sebagai guru professional.
Dengan mengupgrade diri, guru mampu memberikan sesuatu yang baru dan sesuai dengan kebutuhan zaman kepada peserta didik. Harapan terbesarnya adalah bahwa ketika peserta didik lulus dari dunia pendidikan maka mereka mampu menempuh kehidupan yang perkembangannya kian signifikan. Tak sampai di situ, peserta didik juga nantinya tidak akan kaget dengan dunia yang akan dihadapinya.
Hal demikian itulah yang akan membentuk peserta didik sebagai orang yang mempunyai jiwa dan sikap yang siap dan matang dalam melangkah, memilih, dan menentukan masa depannya. Misalnya, mereka mampu hidup bermasyarakat dengan baik sesuai dengan nilai-nilai moral yang ditanam guru. Kemudian, mereka juga mampu menguasai perkembangan keilmuan termasuk ilmu teknologi sehingga mereka juga bisa menyesuaikan diri dan memiliki kompetensi dalam hal tersebut.