Mendengarkan ceramah seorang Kyai atau alim ulama yang memang selalu sarat dengan pesan dan nasehat, memang akan membawa perubahan dalam hati dan keyakinan kita untuk bisa menjadi seorang manusia yang mau berubah menjadi lebih baik di mata Allah dan makhluk lainnya.Â
Sebagaimana pada pagi hari ini, saya dengarkan secara cermat apa yang telah di sampaikannya, yaitu tentang keimanan dan bagaimana kita dalam menyikapi tentang ilmu dan iman kita.
Seperti layaknya kita mengimani adanya Allah, malaikat, Rasul, dan rukun iman yang lainnya. Sejak kita lahir, kita tidak pernah bertemu dengan Rasul, malaikat, bahkan Allah SWT.Â
Tapi kita percaya kan, bahwa Allah, Malaikat itu ada? Kita percaya kan bahwa Rasulullah Nabi Muhammad SAW itu memang pernah hidup di zaman sebelum kita, dan beliaulah orang yang telah memperjuangkan agama Islam? Itulah yang namanya Iman, atau keyakinan.
Demikian halnya dengan Taqwa. Keimanan adalah bukti seorang muslim yang bertaqwa. Bertaqwa berarti selalu bersyukur dan mengingat Allah. Bertaqwa berarti menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.Â
Kita menginfaqkan harta kita, itu juga termasuk perbuatan taqwa. Nah, kenapa Allah memberikan kriteria tentang taqwa yang begitu banyak? Tak lain agar kita menjadi orang yang bijaksana. Dengan adanya ilmu dan wawasan yang begitu banyak tentang taqwa, maka orang tersebut bisa bersikap luwes, artinya tidak saklek atau kolot.
Perumpamaan seperti air, di bejana mana saja, ia bisa menempati. Di sungai, di laut, di gunung, di atas daun, bahkan di dalam tempurung kelapa yang tertutup rapat pun, air bisa ada di dalamnya.Â
Di mana saja air berada, semua wadah bisa di tempati. Demikian pula manusia, jika ia mampu bersikap luwes, maka di mana saja, bergabung dengan siapa saja, orang bisa menerima dengan terbuka.
Kita juga harus selalu ingat, bahwa di samping kebenaran kita, ada kebenaran lain. Jadi janganlah kita menyalahkan pendapat orang lain, menganggap diri paling benar dan sebagainya. Jadikan setiap perbedaan yang ada menjadi pemersatu, agar kia terhindar dari perpecahan.
Sebagai contoh misalnya, di desaku RW 01 melakukan shalat Tarawih hanya 8 rakaat, sementara RW 02 melakukannya 20 rakaat. Bagi orang yang saklek, padahal tinggal di RW 01, tapi melakukan shalat Tarawih justru di RW 02, karena menganggap yang benar sesuai keyakinannya adalah di RW 02 yang berjumlah 20 rakaat.Â
Sebenarnya itu sah-sah saja, tapi jikalau orang tersebut kemudian menjelek-jelekkan RW 01, itu yang tidak di benarkan. Orang tersebut harus di berikan pemahaman, bahwa semua itu benar, boleh-boleh saja, baik yang 8 rakaat atau yang 20 rakaat, justru yang tidak benar atau yang tidak baik adalah yang tidak melakukan shalat.Â