Mohon tunggu...
Nurkaib Nurkaib
Nurkaib Nurkaib Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Orang biasa yang ingin tetap jadi orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menjadi Beda

18 Juli 2014   07:05 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:00 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: shutterstock

Sudah beberapa pekan ini saya berkutat dengan netbook guna menyusun buku pertama saya. Tema buku ini kebetulan bukan hal yang baru, sudah banyak yang menerbitkan buku dengan tema ini. Dan tampaknya belum ada yang menjadi buku laris.

[caption id="" align="aligncenter" width="450" caption="sumber: shutterstock"][/caption] Saya tidak ingin buku yang saya susun dengan susah payah nantinya hanya menjadi buku biasa, me-too, sama saja dengan buku-buku yang pernah terbit. Saya ingin buku ini bisa diterima oleh masyarakat luas dan mempunyai nilai manfaat yang tinggi buat mereka. Saya pun ingin buku ini bisa memberikan penghasilan lebih buat saya, istri, dan anak saya nantinya.

Agar manfaatnya dirasakan masyarakat luas dan ada keuntungan signifikan untuk menambah penghasilan penulis dan penerbit, maka buku itu harus terjual secara signifikan. Agar laris di pasar, maka sejak awal buku itu harus dibuat dengan mempertimbangkan pasar dan pemasaran.

Terkait dengan pemasaran itulah saya teringat dengan sosok Hermawan Kartajaya. Saya pertama mengenalnya akhir tahun 2007, saat masih menjadi editor akuisisi di sebuah penerbit di Jakarta. Saya mengenalnya sebagai penulis buku tentang ilmu pemasaran (marketing) lewat bukunya yang mempunyai tag line “Kitab Suci Marketing”. Karena waktu itu belum membacanya dan juga belum sanggup membelinya, saya tidak ingat apa judul bukunya waktu itu. Satu yang teringat, Hermawan adalah pakar marketing. Karena itulah, ketika pada pameran buku di Istora pada awal 2014 yang lalu saya menjumpai beberapa buku Hermawan yang didiskon, saya langsung membelinya. Kebetulan buku Hermawan yang ada saat itu adalah 5 dari 9 buku seri elemen marketing, yaitu on Differentiation, on Positioning, on Targeting, on Segmentation, dan on Process. Empat seri lainnya, yaitu on Brand, on Service, on Marketing Mix, dan on Selling, tidak ada. Maklum, buku-buku itu pertama kali diterbitkan pada tahun 2004, sepuluh tahun yang lalu.

[caption id="" align="aligncenter" width="173" caption="sumber: bukabuku.com"][/caption] Sembari menyelesaikan proses drafting buku tersebut, di kala senggang saya mencoba membaca lebih serius buku-buku Hermawan Kartajaya. Saya memulainya dari Hermawan Kartajaya on Differentiation. Dari pembacaan itu saya memahami diferensiasi sebagai berikut.

Differentiation atau diferensiasi berarti membuat pembeda dari para pesaing. Artinya bagaimana suatu produk berbeda dari produk yang lain. Dalam konteks buku yang sedang saya susun, saya harus menyusun buku itu menjadi sebuah buku yang berbeda dari buku-buku dengan tema sama yang pernah ada.

Diferensiasi yang baik harus mengintegrasikan tiga hal, yaitu konten, konteks, dan infrastruktur. Konten merupakan sesuatu yang dijual atau ditawarkan produsen kepada calon pembelinya. Artinya, sesuatu yang ditawarkan harus mempunyai kualitas lebih dibanding pesaing. Hermawan mencontohkan rokok Dji Sam Soe. Rokok kretek ini, menurutnya, mempunyai diferensiasi pada kualitas racikan bahan-bahan rokok yang khas. Dalam konteks saya, buku yang saya tulis harus mempunyai isi, gaya bahasa, dan penyajian yang lebih baik daripada buku-buku sejenis.

Adapun konteks adalah cara produsen menawarkan produknya kepada calon pembeli. Contohnya: Kacang Garuda menawarkan kepada masyarakat bahwa produknya tidak mengandung kolesterol; Tropical menyatakan produknya melalui dua kali penyaringan. Padahal, semua kacang tidak mengandung kolesterol dan semua minyak goreng kemasan juga melalui dua kali penyaringan. Contoh lainnya adalah penjualan Harley Davidson yang dilakukan melalui komunitas-komunitas; dan produsen tidak menawarkan motor Harley sebagai motor irit maupun motor cepat, tetapi melalui kegiatan touring komunitas, menawarkan Harley sebagai motor untuk bertualang dan bersenang-senang.

Unsur ketiga yang perlu diintegrasikan untuk mewujudkan pembeda adalah infrastruktur. Unsur ini biasanya berupa keunggulan teknologi, SDM, dan lain-lain yang sifatnya “hanya” menopang unsur konten dan konteks. Misalnya bank BCA yang mempunyai diferensiasi berupa program-program yang inovatif dan jaringan ATM yang luas. Kemudian taksi Blue Bird juga mempunyai diferensiasi berupa teknologi GPS dalam mobil dan kualitas para supir yang relatif lebih baik daripada para pesaingnya.

Kemudian apabila diferensiasi itu sudah ada dan berhasil, maka langkah selanjutnya adalah menjaga agar diferensiasi itu bisa bertahan lama. Terkait hal ini Hermawan memberikan tiga saran:

1. 1. pembeda harus unik sehingga tidak bisa ditiru,

2. 2. pembeda harus memberikan manfaat besar kepada pembeli,

3. 3. pembeda harus lebih unggul daripada pembeda yang ada pada pesaing.

Perlu diingat bahwa yang menilai bahwa suatu produk berbeda dari produk sejenis bukanlah produsen, melainkan (calon) pembeli. Pun diferensiasi bukanlah untuk sekadar menjadi beda, tetapi agar calon pembeli melirik, menginginkan, dan loyal. Jadi, bukan sekadar beda!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun