Mohon tunggu...
Nurjihan Munasarifah
Nurjihan Munasarifah Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - S20191103

be a useful person:)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pandangan Hukum Positif Terkait Aborsi Bagi Wanita Korban dari Pemerkosaan

15 Oktober 2021   19:34 Diperbarui: 15 Oktober 2021   22:58 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini kasus Aborsi di indonesia yang makin melunjak menjadi salah satu permasalah yang cukup serius. Sebagian besar masyarakat indonesia menganggap Aborsi selaku aksi pembunuhan, disebabkan janin yang berada dalam kandungan seorang ibu berhak untuk hidup yang normal, serta didalam agama  manapun juga melarang untuk menggugurkan kehamilan.

Aborsi umumnya dilakukan oleh wanita hamil baik yang telah menikah maupun yang belum menikah dengan berbagai alasan. Alasan yang non-medis diantaranya tidak ingin memiliki anak dikarenakan khawatir mengganggu karir, sekolah atau hal lain, keterbatasan ekonomi untuk merawat anak, tidak ingin melahirkan anak tanpa ayah, serta masih terlalu muda (terutama wanita yang hamil diluar nikah akibat pergaulan bebas).

Aksi aborsi pada sejumlah kasus tertentu ada yang dapat dibenarkan apabila tindakan aborsi yang dianjurkan secara medis oleh dokter,  misalnya wanita yang hamil menderita penyakit dan untuk menyelamatkan nyawa wanita tersebut maka kandungan harus digugurkan berdasarkan Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 75 ayat (2) poin a.  Aborsi akan menjadi tindak pidana apabila dilakukan secara sengaja dengan alasan yang tidak dibenarkan oleh hukum.

Aborsi juga banyak dilakukan oleh para wanita yang menjadi korban pemerkosaan. Dengan alasan yang kerap diberikan bahwa mengandung amak hasil pemerkosaan itu hendak menambah beban derita batinnya karena dengan melihat anak yang dikandungnya tersebut akan mengingatkannya dengan pristiwa buruk yang dialaminya. Lalu bagaimana dengan hal tersebut?

Dalam Undang-Undang 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, menerangkan bahwa pada dasarnya aborsi itu dilarang. Namun terdapat pengecualian yaitu pada pasal 75 ayat (2) poin b,yang diakibatkan oleh pemerkosaan yang dampaknya memberikan trauma psikologis terhadap korban. Adapun syarat-syarat dalam melaksanakan aborsi yaitu: (1) kehamilan yang berumur sebelum 6 minggu atau 42 hari, (2) dilakukan oleh dokter yang pakar bidangnya, (3) disetujui oleh Wanita yang hamil tersebut, (4) rumah sakit yang mendapat persetujuan Menteri. Tidak hanya itu, aborsi yang dilakukan tidak boleh melanggar norma-norma yang ada pada peraturan undang-undang dan agama.

Berdasarkan perihal tersebut, maka terdapat kebolehan bagi seorang Wanita yang hamil akibat korban dari pemerkosaan untuk menggugurkan kandungannya sesuai pasal 75 ayat (2) poin b Undang-Undang 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Referensi

Rumelda Silalahi, Rasmita Luciana, "Pandangan Hukum Kesehatan Terhadap Abortus Provocatus Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009"

http://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/3813/3/092211045_Bab2.pdf

Syah Gina, "Aborsi Akibat Pemerkosaan Perspektif Hukum Islam Dan Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia" (Skripsi, Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018),55

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun