Mohon tunggu...
Nur Jeni Nasibing
Nur Jeni Nasibing Mohon Tunggu... Mahasiswa - Barang siapa keluar dalam rangka menuntut ilmu, maka dia berada di jalan Allah sampai ia kembali

Mahasiswi Institut Agama Islam Negeri Palopo Fakultas Febi Jurusan Ekonomi Syariah

Selanjutnya

Tutup

Money

Masyarakat Petani Kian Resah, Apa yang Sebenarnya Terjadi?

7 Juni 2021   15:35 Diperbarui: 9 Juni 2021   23:10 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Nur Jeni Nasibing (Mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Palopo)

Oleh : Nur Jeni Nasibing 

Indonesia adalah negara yang agraris, dimana mayoritas penduduknya berprofesi sebagai petani. Sehingga Pemerintah selalu berupaya untuk mendukung peningkatan kualitas pertanian di Indonesia. Di Desa Langkidi, sumber utama mata Pencaharian masyarakatnya adalah dari sektor Pertanian, salah-satunya adalah Petani Padi Sawah.

Petani padi sawah adalah seseorang yang melakukan usaha tani pada lahan sawah yang dikelola berdasarkan kemampuan lingkungan fisik, biologis dan sosial ekonomi sesuai dengan tujuan, kemampuan dan sumber daya yang dimiliki menghasilkan padi sawah, sebagai komoditi penting dalam sektor pertanian tanaman pangan bagi masyarakat Indonesia (Saribu, 2003).

Namun, ada banyak sekali kendala yang bisa terjadi selama masa penanaman padi hingga masa panen. Salah-satu masalah yang kerap dialami petani di Desa Langkidi adalah sulitnya memperoleh Pupuk Subsidi utamanya Pupuk Urea. Dimana seringkali Jumlah yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah pupuk yang diperlukan dan untuk mendapatkannya pun petani harus terdaftar dalam kelompok Tani. Alhasil ada beberapa petani yang tidak dapat memperolehnya.

Selain itu, Direktur  jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) kementrian pertanian mengungkapkan penyebab pupuk subsidi langka karena ada pengurangan anggaran pengadaan pupuk dari tahun-tahun sebelumnya. Karena hal tersebut, maka sebagian petani di Langkidi memilih beralih ke Pupuk Non-Subsidi, sedangkan pupuk Non-Subsidi sangatlah mahal. Hal inilah yang kemudian menjadi beban bagi sebagian Petani yang memiliki sedikit Modal karena harus mengeluarkan biaya yang lebih besar.

Keberadaan Pupuk Non-Subsidi di pasaran dari waktu ke waktu makin sulit di dapatkan. Kalaupun ada, tentu saja harganya jauh lebih mahal dari biasanya dan untuk membelinya pun petani harus siap antri dan berdesak-desakan serta Petani cenderung berebutan untuk membeli sehingga kelangkaan pupuk pun tidak dapat terhindarkan.

Kelangkaan ini membuat petani kian resah karena menyebabkan keterlambatan pemberian pupuk pada tanaman padi yang berakibat pada penurunan hasil panen dan penuruanan pendapatan. Penurunan pendapatan ini membuat petani kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Artinya, kelangkaan ini dapat berimbas pada penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat utamanya Petani.

Selain dari masalah pengurangan anggaran, masalah ini juga terjadi karena ada beberapa pihak yang melakukan kecurangan dalam kegiatan pendistribusian seperti penyalahgunaan dan penimbunan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggung jawab.

Untuk menghindari pengulangan pada masalah tersebut, maka pemerintah harus segera menindaklanjuti dan mengevaluasi proses pendistribusian pupuk agar dapat tersalurkan dengan baik dan tepat sasaran, karena pupuk ini adalah salah-satu penunjang hasil pertanian agar dapat memperoleh hasil tani yang maksimal.  Selain itu, pendataan ulang terhadap kebutuhan pupuk para petani juga perlu dilakukan untuk memastikan semua petani dapat memperoleh pupuk sebagaimana yang di perlukan.


Dan penting juga untuk melakukan inovasi agar para petani tidak lagi ketergantungan pada Pupuk subsidi. Salah-satunya dengan memanfaatkan secara maksimal pupuk Organik dalam kegiatan pertanian.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun