Mohon tunggu...
nur jannah
nur jannah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hobi Menulis. sebagai mahasiswa tadris bahasa indonesia di UIN Sumatera Utara Medan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lelaki Bertopi Usang dan Sapunya

7 November 2024   21:51 Diperbarui: 7 November 2024   22:06 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cahaya matahari pagi menyinari wajahnya yang sayu. Embun pagi menempel di daun-daun, berkilau seperti permata. Namun, keindahan alam tak mampu mengusir kelelahan yang menyelimuti hatinya. Terik matahari mungkin memberikan semangat untuknya, namun cuaca dingin mungkin lebih dinikmatinya,  karena memberikan sedikit ketenangan saat diluar ruangan. Ia adalah pak Aryo, lelaki paruh baya. Seorang tukang sapu yang bekerja sehari-hari di Universitas ternama.

Usianya yang tua tidak menghentarkan semangatnya untuk tetap bekerja, ia selalu semangat disetiap harinya, bak seperti semangat rekan-rekan nya yang masih muda. Ia mungkin tergolong sebagai cleaning service, namun dia lebih sering bekerja  dilapangan kampus,  dan di taman-taman kampus.

Ia bisa dibilang pegawai paling tua didalam pekerjaan itu, maka tak jarang mahasiswa-mahasiswa di kampus tersebut sering iba melihat dirinya. Namun, tidak sedikit pula mahasiswa yang menganggap remeh dirinya. Seperti di suatu hari, pak aryo ini sedang menyapu lapangan didepan biro kampus yang cukup luas. Perlahan-lahan ia berusaha membersihkan semua sampah dan rumput-rumput yang baru dipangkas itu dari lapangan tersebut. Karena lapangan ini juga sering dijadikan mahasiswa sebagai tempat duduk santai sambil menikmati makanan, maka tak jarang mahasiswa-mahasiswa itu meninggalkan sampah makanannya begitu saja tanpa ada tanggung jawab dan perasaan bersalah.

Datang pagi pulang sore, siklus yang ia lakukan disetiap harinya.  Mungkin ia hanya ada waktu untuk full time bersama keluarganya disaat hari minggu saja. Namun, untuk kebahagiaan itu pula lah ia terus berusaha bekerja diusia nya yang tidak lagi muda. Usia yang rentan, Badan yang membungkuk, dan jalan yang tak lagi tegap, membuat ia tak lagi bisa sekuat tenaga untuk menggayuhkan sapu lidi yang ia gunakan setiap harinya. Perlahan demi perlahan, ia menegelilingi lapanagan persegi itu demi memenuhi sebuah  tanggung jawab tersebut. Mungkin ia punya banyak mimpi, namun enggan untuk memikirkannya lagi. Karena saat ini tujuan dia adalah membahagiakan keluarga untuk tetap bertahan hidup dari pekerjaannnya yang mulia itu.

Pada suatu hari, kejadian yang serupa terulang kembali. Dengan keberadaan saya disini.

 Angin sepoi dengan suasana terik matahari yang panas, membuat saya betah dibawah pohon rindang dilapangan kampus itu. Pada saat itu, ternyata pak aryo masih sibuk dengan tugasnya, membersihkan lapangan dengan sapu lidinya sembari mengingatkan anak-anak mahasisiwa untuk membuang sampah bekas makanannya ke tong sampah yang tersedia. Namun, itulah manusia. Kita tidak bisa menebak bagaiamana sikap rasa kepedulian seseorang terhadap lingkungan dan sosial. Tanpa rasa bersalah dan dengan penuh kesadaran, dua orang mahasiswa yang dengan sengaja meninglkan bekas sampahnya ditempat mereka duduk dilapangan tersebut. Hingga tiba-tiba...... "tolonglah bawa sampahnya!, itukan ada tong sampah disitu, masa kalian tidak meihatnya". Sontak bapak itu mengeluarkan kalimat dari mulutnya dengan penuh rasa kekesalan dan juga kekecewaan, karena tidak sepatutnya seorang mahasiswa bersifat seperti itu.  

Tidak lama kemudian, ahirnya  bapak itu sampai menyapu pada bagian bawah pohon rindang tempatku duduk. Dengan penuh iba, aku memberikan senyum padanya, kemudian ia berkata "geser sedikit dulu ya nak, biar bapak sapu dibagian situ" sontak aku langsung berdiri sembari menunggu ia selesai menyapu. Setelah ia selesai mengumpulkan sampah dan sedang memasukkan ke tong sampah tersebut, aku duduk kembali.  Bapak itu sontak berbicara dengan nada seperti mengadu. "beginilah nak, selalu bapak saja yang  disuruh nyapu dilapangan ini. Kalo ada kawan gk papa aja, ini bapak selalu sendirian disini" ya, dia bukan bercerita tentang dua orang mahasiswa tadi, tetapi ia mengeluarkan keluh kesahnya menjadi tukang sapu yang selalu dibagian lapangan yang luas tersebut. Aku hanya tersenyum memberi respon terhadapap ceritanya itu, seraya hatiku berkata "kasihan sekali bapak ini", sembari menatap langkah dengan tubuh yang membungkuk itu perlahan untuk melanjutkan sapuannya. 

Setelah kejadian tersebut, entah mengapa setiap pagi disetiap hari aku selalu memperhatikan dan memastikan apakah bapak itu tetap dilapangan biro itu, dan ternyata ia memang ada disitu dan tetap dengan dirinya sendiri. Namun disuatu hari, ketika melewati koridor kampus, bapak paruh baya itu terlihat memebersihan dibagian halaman Biro yang notabene lebih dingin dan  mudah untuk dibersihkan. Entah mengapa begitu senang sekali rasanya ketika melihat bapak itu  pindah kerja dari lapangan yang luas, ke teras biro yang seju itu,   dan semoga saja ia akan tetap terus bekerja dibagian itu. Hari-hari berlalu melihat pak Aryo dengan semangat nya bersama sapu yang tak dilupakan, membuat saya lebih mensyukuri hidup dan banyak belajar dari bapak itu. Serta menjadi inspirasi untuk tetap bertahan dalam keadaan apapun, karena semua yang telah terjadi tidak ada yang sia-sia melainkan semua ada hikmah dan keuntungannya, mungkin tidak sesempurna yang orang lain rasakan, tetapi inilah yang membuat pak aryo selalu mensyukuri nikmat dalam hidupnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun