Nama saya Nur Jannah, saya anak ketiga dari empat bersaudara. Saya lahir pada tanggal 20 Februari 2003. Sebelum memasuki Sekolah Dasar, anak-anak pada umumnya pasti mengikuti atau memulai pendidikan di Taman Kanak-Kanak. Begitu pun dengan saya, tetapi saya tidak sering mengikuti kelas pada masa TK, saya hanya datang untuk bermain bersama teman-teman saya.
Setelah melalui pendidikan di Taman Kanak-Kanak tentunya saya memasuki jenjang ke yang lebih tinggi yaitu tingkat Sekolah Dasar. Saya masuk SD pada usia 7 tahun di SDN 48 kep.Selayar, yang terletak tidak terlalu jauh dari rumah dan bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Pertama kali memasuki Sekolah Dasar saya berangkat ke sekolah bersama ayah saya karena ayah saya merupakan salah satu guru di sekolah saya. Saya setiap hari berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki dan sesekali menggunakan sepeda. Prestasi yang paling baik menurut saya selama SD adalah ketika duduk di bangku kelas VI, dimana saya mendapat peringkat 3. Ketika kita berada di akhir kelas VI kita melaksanakn ujian nasional untuk menentukan kelulusan. Uniknya ujian nasional tidak dilakukan di sekolah saya melainkan dilaksanakan di sekolah lain.
 Setelah lulus SD, saya melanjutkan pendidikan di SMPN 5 Bontosikuyu Kabupaten Kep, Selayar. Karena sekolah ini merupakan satu-satunya sekolah menengah pertama yang ada di kampung saya. Setiap hari saya berjalan kaki ke sekolah karena jaraknya yang dekat dengan rumah. Selama saya bersekolah di SMP, saya suka bermain bola voly dan bulu tangkis, juga mengikuti ekstrakurikuler seperti pramuka. Pada saat upacara 17 Agustus, saya ikut pasukan pengibar bendara (paskibra) di pasukan 8. Selama saya di SMP, saya sudah tidak mendapat peringkat lagi.
Setelah lulus dari SMP, pastinya saya melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi lagi dari SMP yaitu SMA. Saya melanjutkan sekolah di Madrasah Aliyah Negeri Selayar, awalnya saya ingin masuk pondok pesantren yang ada di selayar yaitu pondok pesantren Babussalam tetapi batal karena beberapa hal, sehingga saya melanjutkan sekolah di MAN Selayar. Pada masa SMA, saya harus berpisah dari kedua orang tua karena sekolah saya berada di seberang pulau yaitu di kota Benteng Kabupaten Kepulauan selayar, dan saya tinggal di indekos Saya mencari indekos yang tidak terlalu jauh dari sekolah, yang dapat ditempuh dengan berjalan kaki karena saya tidak mempunyai kendaraan untuk ke sekolah. Pertama kali masuk SMA, saya diantar ayah saya karena ini pertama kalinya saya pergi ke kota untuk melanjutkan pendidikan.Â
Pada saat SMA ini tentunya kita sudah hidapkan dengan pilihan untuk memilih jurusan dan saya memilih untuk mengambil jurusan Ilmu Pengetahuan sosial, saya memilih jurusan IPS karena saya berpikir bahwasanya jurusan IPA atau Ilmu Pengetahua Alam itu sulit Setelah memilih jurusan, saya ditempatkan dikelas IPS I dan disitu saya mempunyai banyak teman dari berbagai daerah, selama saya SMA saya tidak mengikuti ekstrakurikuler apapun, saya hanya masuk MPK yaitu Majelis Perwakilan Kelas dan saya menyesalinya karena ekstrakurikuler ternyata sangat penting untuk mengembangkan bakat.Â
Pada saat saya menduduki kelas 11 SMA, kegiatan belajar mengajarsedikit terhambat karena adanya virus corona atau Covid 19 sehinga mengharuskan kegiatan belajar mengajar di laksankan secara online. Pada saat itu, minat belajar saya sudah sangat berkurang karena terlalu banyak menggunakan HP, setelah sekian lama melaksankan kegiatan belajar mengajar secara online, pada saat akhir kelas 12 SMA kita ke sekolah untuk melaksanakan ujian akhir sekolah, bukan ujian nasional karena pada saat itu ujian nasional telah dihapus.
Setelah mengakhiri masa pendidikan SMA, pastinya saya akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi yaitu perguruan tinggi atau lebih dikenal dengan kuliah. Pada saat itu saya mempunyai universitas impian yang berada di kota Makassar yaitu Universitas Negeri Makassar, sehingga saya pun pergi ke Makassar untuk melakukan tes SMBPTN. Sangat disayangkan saya tidak lulus.Â
Saya juga mendaftar melalaui jalur PTKIN untuk masuk di UIN Alauddin Makassar dan saya tidak lulus lagi. Setelah itu saya disarankan oleh ayah saya untuk masuk di yayasan Al-Hikmah Institute Makassar, saya pun mendaftar di tempat itu dan alhamdulillah saya pun diterima di yayasan tersebut, tetapi salah saya adalah saya tidak mencari tahu seperti apa sistem di yayasan itu sehingga awalnya saya ingin pulang dan tidak ingin melanjutkan pendidikan disana. Namun karena saya sudah terlanjur masuk di yayasan tersebut, dan apabila saya pulang berarti saya tidak melanjutkan pendidikan, daripada saya tidak melanjutkan pendidikan, maka saya terpaksa melanjutkan pendidikan di yayasan tersebut.Â
Pada hari pertama masuk, ketika waktu istirahat dan melaksanakan sholat, teman-teman saya pun pergi untuk mengambil air wudhu dan saya pun sangat kaget melihat perbedaan tata cara dimana sebagian teman saya mengambil air wudhu berbeda dengan cara berwudhu yang biasannya saya ketahui dan sholatnya pun berbeda dimana ketika kita sholat kita bersedekap tetapi mereka tidak bersedakap melainkan tangannya lurus. Disitupun saya mempertanyakan kepada teman saya "kenapa wudhu dan sholatmu berbeda?" tanyaku kepada temanku, temanku pun menjawab "kamu bakal tahu sendiri kenapa wudhu dan sholatnya seperti itu" setelah mengetahui perbedaan itu saya pun yang awalnya tidak mengetahui apa itu mazhab, NU, Muhammadiyah, Syiah dll. menjadi tahu setelah saya belajar di yayasan al-hikmah Institute Makassar ini. Saya sangat bersyukur dan berterimakasih belajar di sini karena banyak mengajarkan hal baru dan mengenalkan banyak sekali ilmu termasuk ilmu filsafat dan ilmu lainnya.
Setelah satu tahun saya belajar di al-hikmah, saya harus melanjutkan kuliah di universitas atau kampus lainnya karena al-hikmah merupakan yayasan dimana hanya memberikan kita ilmu-ilmu apa saja yang harus kita lakukan ketika kuliah atau semacam bimbingan belajar sebelum masuk di perguruan tinggi dan membantu kita untuk mencari beasiswa di kampus-kampus. Saya berdiskusi dengan kedua orang tua saya dimana saya harus melanjutkan kuliah dengan pilihan UIN Alauddin Makassar atau di STAI SADRA. Awalnya ibu saya menyuruh saya untuk kuliah di UIN saja tetapi ayah saya memilih di STAI SADRA saya pun memberitahukan kepada ayah saya bahwa di STAI SADRA itu terdapat beragam mazhab. Ayah saya pun melarang saya untuk melanjutkan kuliah di STAI SADRA tetapi beberapa hari kemudian ayah saya berubah pandangan, bahwa saya di suruh untuk melanjutkan kuliah di STAI SADRA dengan mengatakan " kuliah di Jakarta saja, apapun mazhabnya dan tata cara sholatnya, tujuannya cuma satu yaitu Tuhan" Akhirnya dengan dorongan dari orang tua dan keinginan saya , saya memilih untuk kuliah di Jakarta, tepatnya di Sekolah Tinggi Agama Islam Sadra (STAI SADRA).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H