Rasa ingin tahu, atau yang sering disebut sebagai "kepo," adalah sifat alami manusia yang mendorong individu untuk mencari pemahaman dan menjelajahi hal-hal baru. Namun, dalam era digital saat ini, kemudahan akses informasi melalui internet juga membawa dampak negatif, salah satunya adalah meningkatnya fenomena judi online. Aktivitas ini, yang dilakukan secara daring melalui aplikasi atau situs web, telah menarik perhatian banyak orang, terutama di kalangan anak muda.
Di Indonesia, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Budi Gunawan, mengungkapkan bahwa pada tahun 2024 terdapat sekitar 8,8 juta warga yang terlibat dalam judi online. Dari jumlah tersebut, mayoritas adalah masyarakat berpendapatan rendah dan anak-anak muda. Fenomena ini menunjukkan betapa mudahnya judi online diakses hanya dengan smartphone dan promosi menarik yang membuat aktivitas ini terasa wajar di masyarakat.
Dampak dari judi online sangat merugikan. Menurut Wakil Ketua Komisi I DPR, Dave Laksono, kerugian finansial yang dialami Indonesia akibat judi online selama periode 2020-2024 diperkirakan mencapai Rp 600 triliun. Angka ini mencerminkan betapa besar dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh praktik perjudian ini. Lebih parah lagi, judi online telah terbukti 6 kali lebih berbahaya daripada narkoba, tidak hanya menyebabkan kerugian finansial tetapi juga mengarah pada masalah kesehatan mental seperti depresi dan gangguan relasi.
Kasus kriminalitas terkait judi online juga semakin marak. Berita tentang pembunuhan yang terjadi akibat konflik terkait perjudian menjadi lebih sering terdengar. Misalnya, terdapat kasus di mana seorang istri membunuh suaminya karena masalah judi atau anak yang merampok dan membunuh ibunya demi mendapatkan uang untuk berjudi. Hal ini menunjukkan bahwa judi online dapat menjadi akar dari berbagai tindak kriminal lainnya.
Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk mengatasi masalah ini dengan membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Judi Online dan melakukan pemblokiran terhadap konten perjudian di internet. Namun, tantangan dalam penegakan hukum tetap besar. Banyaknya aplikasi dan situs judi baru yang bermunculan serta keterbatasan sumber daya dalam pengawasan membuat upaya pemberantasan menjadi kurang efektif.
Masyarakat juga memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan yang mendukung pencegahan dan pemulihan dari kecanduan judi. Keluarga harus memberikan pendidikan karakter dan komunikasi yang terbuka kepada anak-anak agar mereka tidak terjerumus ke dalam dunia perjudian. Lingkungan sosial yang sehat serta kegiatan positif juga dapat menjadi benteng bagi generasi muda untuk menjauhi judi online.
Secara keseluruhan, meskipun rasa ingin tahu adalah bagian penting dari perkembangan manusia, dalam konteks perjudian online, hal ini dapat berujung pada konsekuensi yang sangat merugikan. Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan keluarga untuk menanggulangi fenomena ini secara efektif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H