Sore itu langit cerah. Namun dengan tiba-tiba saja hujan turun tanpa disangka. Aku yang tengah mengandung delapan bulan berlari tergopoh-gopoh keluar, hendak mengangkat cucian. Tanpa sengaja kedua kakiku menginjak papan tutup selokan yang telah rapuh.
Srooot ...
"Ah ...!" Aku pun jatuh terduduk di tepi selokan.
Kepalaku pusing. Beberapa tetangga membantuku berdiri. Namun aku hanya terdiam. Antara terkejut dengan kejadian barusan yang tiba-tiba saja. Dan juga memikirkan jemuranku yang belum sempat diangkat.
"Masuk saja dulu, berbaring. Kamu nggak kenapa-napa?" tanya para tetangga.
Aku menggeleng. Padahal kepalaku seperti berputar-putar.
 "Kepalanya pusing nggak?"
Kali ini aku mengangguk.
"Perutnya gimana? Kasihan itu bayinya takut kenapa-napa?"
Ya, kurasakan perutku keram. Kuraba bundaran besar di hadapanku. Rasa sakit sedikit bekas jatuh tadi membuatku berpikiran, jangan-jangan aku pendarahan. Lalu kuperiksa bajuku bagian bawah, ya, ada setitik darah di sana.
 "Lekas ke bidan. Periksa. Siapa tahu di dalamnya terjadi sesuat?" usul Bik Ipah.