Hitam putih kota Sydney memang sangat nyata. Sepertinya para pencari jalan ke syurga yang berdiam di kota ini memang sudah teruji insyaa Allah. Hal ini karena jalan syurga dan neraka gamblang dan kasat mata. Saya tak hendak bercerita tentang jalan neraka, biasanya banyak sudah ditulis lewat laporan selayang pandang hiruk pikuk kehidupan malam kota kosmopolitan seperti ini. Saya jatuh hati pada sosok Umi, sebut saja Umi War (Nama telah saya samarkan). Umi War, sahabat lama yang hampir seperempat abad tak bertemu. Terjalin kembali silaturrahmi , itulah kehendak Allah swt.
Pelukan erat dan jamuan makan malam mengawali pertemuanku dengan beliau sekeluarga. Umi, demikian anak-anak memanggilnya tetap cantik dan gesit seperti waktu muda dulu. Tak banyak berubah penampilannya, satu hal yang berubah makin oke adalah kemampuan bahasa Inggrisnya yang bak native speaker plus kelincahannya menyusuri jalan-jalan kota Sydney dengan mengendarai mobil.
Setelah jelang seminggu saya di Sydney, saya berkesempatan untuk melihat langsung aktivitas Umi sehari-hari. ‘Insyaa Allah saya akan jempuk kakak Jam 16.45, kakak boleh berbagi ilmu dan pengalaman di depan orang tua dan anak-anak didik kami’. Perjalanan menuju tempat umi mengajar merupakan perjalanan yang cukup mengasyikkan, umi banyak bercerita tentang kondisi para orang tua siwa khususnya para ibu, juga kondisi siswa.
 ‘Banyak orang tua khususnya orang tua Indonesia yang khawatir dengan pendidikan anak-anaknya, apalagi kalau si anak sudah remaja. Makanya kegiatan agama menjadi sangat penting untuk fondasi anak-anak kita nanti’
Umi melanjutkan kisahnya tentang pengalamannya mengajarkan Islam di negri ini. Tak terasa sampailah kami di sebuah bangunan sederhana namun cukup asri dan disana saya lihat anak-anak serta para orang tua telah berkumpul. Oleh karena masukan dari Umi banyak ibu maupun anak yang sulit mengontrol emosinya maka sharing sore itu diisi dengan bagaimana melakukan manajemen emosi.
Saya kembali ke sosok Umi, sosok yang komplit insyaa Allah untuk dikategorikan perempuan muslimah modern yang tangguh dan kreatif. Â Jika saya gunakan formula PERMA[i], sosok Umi bisa dicandrakan sebagai berikut :
Positive Emotion (Emosi Positif)
Selalu saja tersungging senyum di bibirnya, peduli pada para orang tua khususnya ibu, dan anak muridnya. Umi terlihat mengajarkan anak-anak bukan hanya dengan otak, namun mengajar dengan cinta. Umi merasa positif, ia memotret masa lalu dengan kesukaan , bahkan ia kadang menertawakan kejadian yang menurutnya sedikit konyol di masa lalunya. Ia juga mampu memotret masa depan dengan sejuta harapan (‘kakak, insyaa Allah ke depan dapat kita bangun tempat yang representatif buat anak-anak belajar Islam) . Dan tentunya sosok umi dapat menikmati dan menghargai masa kini. Emosi positif inilah membuatnya mampu 'terbang'  melampaui ruang yang menyekat. Bahkan ia juga dapat berjalan satu langkah di depan dibandingkan dengan yang lain.
Engagement (Keterlibatan)
Umi terlibat penuh dengan kehidupannya. Kehidupan pribadinya ia tampilkan secara apik dengan menyajikan kasih sayang utuh buat suami dan anak-anaknya. Dan wauw nya , si umi juga menyajikan kasih sayangnya buat generasi pelanjut negri. Anak-anak Indonesia di perantauan yang haus pendidikan agama dan akhlaqul karimah.
‘Saya tak bisa hanya duduk diam tanpa melakukan apa-apa. Anak-anak itu juga anak saya, anak kita semua. Saya sedih jika mereka gagal, saya dan semua para orang tua tentu ingin anak-anaknya sukses duniawi dan ukhrowi’