Ketika Rasulullah Muhammad Saw mendapatkan sesuatu yang tidak beliau sukai, beliau selalu mengucapkan :" Alhamdulillah ala kulli hal" .            Segala puji hanya milik Allah atas setiap keadaan  (HR: Ibnu Majah).
                                                               image from : id.pinterest.com
Namaku Chofidah, aku tak tahu persis mengapa orangtuaku memberikan nama itu padaku. Jika kutanyakan pada abah dan ibu , mereka berdua selalu mengaitkan nama itu dengan kata hafidzah  yang bermakna perempuan penghafal Al Qur'an.  Tapi antara Chofidah  dengan Hafidzah  adalah dua kata yang berbeda. Jika kata itu benar berasal dari bahasa Arab, tentu akan lebih jauh lagi perbedaannya. Bukankah perbedaan  satu huruf dalam bahasa Arab dapat membawa dampak pada maknanya yang jauh berbeda. Semakin aku dewasa dan belajar, semakin aku tergerak ingin membuka tabir makna namaku. Namun tetap saja tabir itu makin gelap. Google Search Engine yang katanya pintar dan memuaskan itu tetap saja tak mampu membuka tabir misteri ini.
Sejak kecil hingga aku menikah, punya anak bahkan cucu tetap saja orang memanggilku dengan panggilan Chofid, nak Chofid, dik Chofid, kak Chofid, mbak Chofid, tante Chofid, bunda Chofid, ibu Chofid, Sis Chofid, Bulik Chofid, Bude Chofid, Nyakwa Chofid, Uwak Chofid, Oma Chofid, jiddah Chofid, Eyang Chofid atau entah apalagi. Jelasnya di ujung panggilan tersebut tetap ada tertulis maupun terucap...... Arti nama Chofid. barangkali tidak mengapa, karena nama Chofid  tetaplah Chofid . Tanpa ada makna ganda, apalagi makna yang menyeramkan terkait dengan kata-kata keramat pilihan kedua orangtuaku.  .
Namun segalanya berubah ketika sosok itu hadir , sosok misterius yang bernama virus Covid-19. Awalnya aku hanya menyimak betapa virus Covid-19 (1) ini berbahaya bahkan telah banyak makan korban. Berita atau data di WA Grup, sosial media, surat kabar dan sebagainya hanya sekilas kubaca tanpa adanya keseriusan untuk menelaah data tersebut.  Hal ini termasuk  informasi tentang gejala yang dialami oleh penderita Covid-19 (2) . Kupikir si Covid-19 yang dari Wuhan itu tak akan datang ke negriku , Nusantara. Pelan namun pasti ia makin mendekat hingga ia memasuki pintu gerbang kota tempat tinggalku, Kutaraja. Melakukan pemeriksaan ketat di perbatasan hingga memberlakukan jam malam pernah dilakukan di kawasan kota tempat tinggalku itu. Namun entahlah, makin lama virus itu makin ingin eksis dan mencari panggung di hampir setiap sudut negri. Masih saja aku , Chofidah alias dik Chofid tak terusik. Hari-hari bagiku adalah hari-hari penuh kesibukan baik kesibukan pekerjaan, rumah tangga maupun sosial.
Â
Hari itu aku benar-benar shock, abang suamiku sakit secara mendadak. Mual dan muntah seperti berlomba tiada henti. Isi perut nyaris habis ketika muntah  itu memaksa unjuk gigi. Berapa kali isi perutmu keluar, berapa kali pula hatiku teriris. Setiap keluhanmu adalah deritaku bang. Mungkin itu yang namanya cinta, atau cinta yang lebay kata orang. Jelasnya aku tak pernah bisa membiarkanmu menderita.
"Dik Chofid, kenapa ya abang mual dan ingin terus muntah?" keluhmu padaku.
"Dik Chofid, kesinilah pegang tangan abang. Abang khawatir jika kondisi abang begini terus," keluhmu kembali.
Aku ajak abang ke rumah sakit tak mau, hingga akhirnya abang memilih minum obat yang biasa ia konsumsi jika gejala seperti itu datang. Â Abang belum juga pulih, namun kini justru aku yang teriris perih. Â Mengapa ? Aku jadi rajin mencari di Google tentang virus Covid-19 ini yang ternyata salah satu gejala yang muncul adalah rasa mual dan muntah.
"Bang, kita swab (3) test ya bang. Semoga saja tidak, namun melihat abang yang terus-terusan mual dan muntah , kita mesti lebih waspada karena itu juga salah satu gejala Covid-19," pintaku pada abang.