Artikel ini merupakan pembahasan dari artikel jurnal Flyvbjerg, B. (2007). Policy and Planning for Large-Infrastructure Projects: Problems, Causes, Cures. Environment and Planning B: Planning and Design, 34(4), 578--597. https://doi.org/10.1068/b32111
Artikel jurnal ini membahas mengenai tantangan besar dalam kebijakan dan perencanaan proyek infrastruktur besar, termasuk penyebab utama permasalahan serta solusi yang dapat diimplementasikan.
Masalah utama yang sering terjadi adalah kesalahan informasi mengenai biaya, manfaat, dan risiko proyek. Kesalahan ini berdampak serius, mulai dari pembengkakan biaya yang melebihi anggaran awal, manfaat yang tidak terealisasi sesuai janji, hingga pemborosan sumber daya publik.
Kesalahan informasi ini tidak selalu disebabkan oleh ketidaktahuan teknis. Penelitian Flyvbjerg (2007) menunjukkan bahwa ada faktor ekonomi-politik yang memengaruhi proses perencanaan. Para perencana dan promotor proyek sering kali sengaja memberikan informasi yang tidak akurat terkait biaya, manfaat, dan risiko untuk meningkatkan daya tarik proyek mereka dibandingkan proyek pesaing. Akibatnya, proyek yang dipilih untuk dilaksanakan bukanlah yang paling bermanfaat, melainkan yang paling pintar memanipulasi data. Fenomena ini dikenal sebagai "survival of the unfittest".
Dampak dari kesalahan informasi ini meliputi kerugian ekonomi, kerusakan lingkungan, dan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi publik. Banyak proyek infrastruktur besar gagal memberikan dampak positif yang dijanjikan, bahkan menjadi beban bagi masyarakat karena alokasi sumber daya yang tidak efisien.
Flyvbjerg menawarkan beberapa solusi untuk mengatasi masalah ini. Salah satunya adalah penggunaan reference-class forecasting, yaitu metode yang membandingkan proyek baru dengan proyek-proyek serupa di masa lalu untuk menghasilkan estimasi yang lebih akurat terkait biaya, manfaat, dan risiko. Metode ini membantu mengurangi bias dalam perencanaan. Selain itu, peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam proses perencanaan sangat penting untuk memastikan bahwa data yang digunakan dapat dipertanggungjawabkan.
Reformasi kebijakan juga diperlukan untuk mengatasi masalah sistemik dalam perencanaan proyek infrastruktur. Misalnya, regulasi yang mewajibkan penggunaan data berbasis fakta, penegakan hukum terhadap manipulasi data, dan pelibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan. Koordinasi yang lebih baik antara pemerintah pusat dan daerah juga menjadi kunci keberhasilan implementasi kebijakan.
Dalam konteks global, banyak proyek infrastruktur besar yang mengalami pembengkakan biaya dan manfaat yang tidak tercapai. Misalnya, beberapa proyek sistem kereta cepat di berbagai negara gagal mencapai target pengguna yang dijanjikan, sehingga manfaat ekonominya tidak terealisasi. Contoh-contoh ini menunjukkan pentingnya perencanaan berbasis data yang transparan dan akurat untuk menghindari kegagalan serupa.
Kesimpulannya, kesalahan informasi terkait biaya, manfaat, dan risiko merupakan masalah mendasar dalam perencanaan proyek infrastruktur besar. Dengan menerapkan solusi seperti reference-class forecasting, memperbaiki akuntabilitas, dan mereformasi kebijakan, pemerintah dapat memastikan bahwa proyek-proyek infrastruktur memberikan manfaat nyata bagi masyarakat. Reformasi ini diperlukan untuk menggantikan fenomena "survival of the unfittest"Â dengan pendekatan yang lebih objektif dan berorientasi pada hasil. Proyek infrastruktur yang direncanakan dengan baik dapat menjadi fondasi bagi pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H