Mohon tunggu...
Nurul Izza
Nurul Izza Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Aktor-Aktor Kebijakan Publik Daerah: Analisis pada Penyusunan Kebijakan APBD Kota Makassar

5 November 2024   23:17 Diperbarui: 5 November 2024   23:53 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anggota kelompok kepentingan untuk memperbesar dampaknya terhadap kelompok "grass-root" melakukan Iobi dengan sejumlah besar anggota yang terlibat di dalamnya. Sementara proses itu berjalan, secara simultan mereka menciptakan organisasi penengah yang dapat membuat ruang tertentu bagi mereka dengan menyu sun sejumlah besar isu dari kepada kelompok Iain yang berbeda.

  • Teknik-teknik pengawasan situasi tertentu yaitu dengan mendramatisir berbagai isu yang ada, untuk menunjukkan interpretasi kondisi sesungguhnya.

  • Mengkampanyekan berbagai isu publik melalui periklanan.

  • Protes. Bentuk ini adalah suatu bentuk ekspresi kolektif, dibangun untuk mengembangkannya baik melalui akses terhadap para perumus kebijakan maupun melalui proses tawar menawar dalam konteks negosiasi kebijakan.

  • Aktor Kebijakan Publik

    Aktor kebijakan publik selalu terkait dengan pelaku dan penentu terhadap suatu kebijakan yang berinteraksi dalam setiap tahapan proses kebijakan publik. Merekal yang menentukan pola dan distribusi kebijakan yang akan dilakukan oleh birokrasi yang di dalam proses interaksi dan interrelasinya cenderung bersifat konfliktif dibandingkan dengan sifatnya yang harmoni dalam proses itu sendiri.

    Tipe pengambilan kebijakan dikaitkan dengan proses pembahasannya dalam agenda kebijakan publik dapat dibedakan dalam tiga bentuknya, yaitu pola kerjasama (bargaining), persuasif (persuasion), dan pengarahan (commanding). Proses bargaining dapat terjadi dalam tiga bentuknya yaitu negosiasi (negotiation), saling memberi dan menerima (take and give) dan kompromi (compromise). Proses bargaining terjadi ketika terdapat dua atau lebih aktor atau kelompok aktor yang masing-masing memiliki kewenangan dan posisi tertentu tetapi dapat melakukan penyesuaian (sharing) yang diharapkan dapat terbangun dalam sistem pembahasannya. Model persuasif (persuasion) merujuk pada istilah adanya polarisasi kelompok aktor untuk meyakinkan (convince) kelompok aktor kebijakan publik lain. Akumulasi proses keyakinan kelompok aktor tersebut dapat mengubah keyakinan dan nilai serta usulan yang ditawarkan oleh kelompok yang lain. Pola ini banyak terjadi pada tipe kebijakan yang relatif membutuhkan waktu yang lama untuk mengubah keyakinan aktor yang saling bertentangan antara satu dengan yang lainnya. Pola ini relatif dapat ditemukan dalam berbagai bentuk penyusunan kebijakan, misalnya pada perumusan kebijakan APBD di mana antara aktor saling meyakinkan agar pertimbangan dan nilainya dapat diterima oleh kelompok aktor yang lainnya. Sementara itu proses pengambilan kebijakan publik dengan menempatkan adanya pola hierarki yang berlaku antara aktor satu dengan aktor yang lain disebut sebagai pengarahan (commanding). Pola hubungan dan interaksi antara aktor pada model ini berkaitan dengan pola perumusan kebijakan yang sangat struktural, di mana satu kelompok aktor menjadi atasan dan kelompok yang lain tentu saja menjadi bawahan. 

    Interaksi Antaraktor Kebijakan Publik

    Sejalan dengan perubahan pola pelaksanaan pemerintahan ke arah desentralisasi, maka juga terdapat tuntutan perubahan paradigma dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Paradigma baru dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah harus dilandasi oleh prinsip- prinsip demokrasi dan good governance. 

    Good governance adalah suatu bentuk sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan pihak sweasta dengan melakukan pemberdayaan masyarakat, pengembangan institusi yang sehat, menunjang sistem produksi yang efisien, dan mendorong adanya perubahan yang terencana. Berdasarkan prinsip-prinsip good governance dan demokrasi lokal, APBD tidak hanya merupakan domain dari pemerintah daerah dan DPRD, tetapi juga merupakan kepentingan masyarakat sebagai stakeholders utama yang diwakili oleh kedua institusi tersebut. Oleh karena itu, dalam penyusunan APBD sebagai kebijakan publik dalam kerangka kepemerintahan yang baik, harus dilandasi prinsip demokrasi, transparansi, akuntabel serta memenuhi aspek keadilan bagi masyarakat daerah. 

    Interaksi yang terjadi antara pemda dan DPRD umumnya berbentuk kerja sama (cooperation) dan bahkan pertikaian atau pertentangan (competition). Penggolongan proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial yaitu sebagai berikut.

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    5. 5
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
    Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
    LAPORKAN KONTEN
    Alasan
    Laporkan Konten
    Laporkan Akun