Keberadaan gapura dapat diartikan sebagai entrance atau yang memiliki arti sebagai pintu masuk. Selain hal tersebut, keberadaan gapura juga dapat dianggap sebagai petunjuk/penanda suatu wilayah maupun ikon suatu daerah tertentu.Â
Melihat gapura yang mencantumkan nama suatu wilayah maka masyarakat akan mudah mengenali dan mengakses daerah tersebut. Terlebih jika daerah tersebut memiliki potensi/daya tarik wisata yang cukup baik, maka keberadaan penanda wilayah yang merupakan fasilitas penunjang tersebut menjadi sesuatu yang signifikan.Â
Salah satu daerah yang belum terdapat gapura penanda wilayah adalah wilayah Dukuh Manisrejo, Kalurahan Maguwoharjo, Sleman. Dengan melihat kondisi tersebut, maka melalui Kegiatan Pengabdian Masyarakat Universitas AMIKOM Yogyakarta, penulis berperan serta memberikan ide dan pendampingan dalam perancangan Gapura Dukuh Manisrejo sebagai penanda wilayah tersebut.
Kegiatan dilaksanakan dengan beberapa tahap, yaitu pengumpulan data, diskusi rancangan, dan penyusunan rancangan. Â Dalam diskusi disepakati konsep rancangan gapura didasarkan pada kekhasan gapura di wilayah Yogyakarta, yaitu Gapura Lar Badak. Adapun Lar diartikan swiwi atau sayap, ada di bagian kanan dan kiri jalan/ pintu masuk.Â
Sedang Badak mengartikan binatang kuat dan tangguh yang memiliki usia hidup panjang. Kemudian Bunga Melati lima kelopak yang melambangkan kesucian. Pada tiang terdepan (lebih tinggi) atau belakang (lebih pendek) di bagian bawah melati terdapat tiga tingkatan persegi empat. Hal tersebut menunjukkan budaya daerah yang berasal dari tiga hal yakni cipta, rasa dan karsa.
Diharapkan dengan adanya kegiatan perencanaan tersebut akan memberikan inspirasi pengembangan daerah, dan ketika terbangun akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap identitas wialayah, Â serta kesadaran masyarakat untuk meningkatkan kualitas dan potensi daerah tersebut.Â
Â