Mohon tunggu...
Nuriyatul Muslimah
Nuriyatul Muslimah Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa S1 Bahasa dan Sastra Inggris Universitas Airlangga

tertarik dengan isu sosial budaya, psikologi dan filosofi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

The Paradox of Choice: Bertambah Malah Kurang

21 Mei 2023   19:59 Diperbarui: 21 Mei 2023   20:18 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pernahkah kalian berada di supermarket dan ingin membeli sebuah snack namun karena ada banyak pilihan rasa dan merk snack yang berbeda anda bingung untuk memilih sehingga berakhir  membeli beberapa, atau bahkan berada didepan rak yang sama selama beberapa menit untuk memikirkan barang yang mana yang akan dibeli diantara banyaknya pilihan? Ini disebut paradox of choice. Barry Schwartz mengatakan 

"untuk menciptakan kesejahteraan ciptakanlah kebebasan, semakin banyak pilihan, semakin banyak kebebasan maka semakin sejahtera, bukannya membawa kebebasan, malah membawa paralisis".

Beliau menjelaskan lebih lanjut bahwa dengan semakin bayak pilihan yang ada, orang-orang malah semakin sulit memilih. Mereka menghabisakan waktu untuk berpikir dan menimbang2 yang berujung tidak memilih sama sekali. Efek Paralysis adalah konsekuensi dari terlalu banyak pilihan. Efek yang kedua, meskipun kita sudah menghindari paralysis ini dan membuat pilihan, kita berakhir kurang puas dan kecewa dengan pilihan itu dibanding jika kita punya pilihan yang lebih sedikit.

Adanya biaya peluang juga turut memengaruhi ekspektasi terhadap kesempurnaan barang atau hal yang diinginkan sehingga mengurangi kepuasan terhadap pilihan yang diambil meskipun pilihannya sudah bagus. Semakin banyak pilihan ekspektasi pun semakin meningkat yang awalnya tidak ada ekspektasi Ketika hanya ada satu pilihan dan ekspektasi tersebut membuat Sebagian besar orang kecewa karena membandingkannya dengan kenyataan, hal tersebut mengurangi rasa puas terhadap hasil meskipun hasilnya bagus. Hal tersebut yang menjadi salah satu penyebab depresi, adanya harapan yang terlalu tinggi namun tidak dapat sesuai dengan kenyataan kemudian mereka kecewa dan menyalahkan diri sendiri. Dari pengalaman kecewa kemudian menyalahkan diri sendiri ini, kemudian dapat berujung pada bunuh diri.

Apabila sedang menghadapi sebuah pilihan, orang-orang akan terbagi dalam dua tipe yaitu Maximizer dan satisficer. Maxsimizer adalah tipe orang yang beranggapan mereka harus memaksimalkan pilihan agar sesuai atau mendekati ekspektasi, mereka akan memilih yang dirasa paling terbaik. Mereka akan terus mencari alternatif. Sedangkan satisficer adalah tipe orang yang memilih sesuai dengan kebutuhan, mereka cenderung memilih yang berstandar baik bukan yang terbaik.

berdasarkan thedecisionlab.com, ada beberapa cara untuk tidak terjebak paradox of choice yaitu:

  • Beri waktu untuk mencari
    sisihkan waktu untuk mencari dan teliti Kembali pilihan barang atau hal yang sudah dipilih dan jangan menambah pilihan lagi, bisa melihat review di internet untuk jaga-jaga apabila tidak yakin dengan pilihan.
  • Buat beberapa pilihan final
    setelah mendapatkan barang atau hal yang dicari, jangan menambah atau memilih lagi karena ini yang menyebabkan paralisis atau kelumpuhan apabila terlalu banyak, ekspektasi juga akan semakin tinggi yang menyababkan penyesalan tersebut
  • Tanamkan mindset bersyukur
    ekspektasi berlebihan pada banyak pilihan membuat seseorang tidak menyadari keunggulan dari hal yang kita pilih tersebut bahkan menyebabkan keinginan untuk terus-menerus menginginkan hal tersebut lebih sempurna yang menimbulkan sifat serakah.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa rahasia dari kebahagiaan adalah ekspektasi yang rendah dan selalu bersyukur karena ekspektasi yang tinggi bukan membawa manfaat malah menyiksa diri sendiri atau bahkan orang lain. memiliki banyak pilihan sebenarnya tidak masalah namun terkadang kesiapan orang berbeda-beda sehingga daripada menyesali pilihan karena tidak sesuai ekspektasi lebih baik menerima pilihan yang sudah dibuat.

sumber:
The Decision Lab, Why do we have a harder time choosing when we have more options?, https://thedecisionlab.com/biases/choice-overload-bias
Schwartz, B. (2005), The Paradox of Choice, https://youtu.be/VO6XEQIsCoM

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun