Kita sudah sangat mengenal istilah fobia. Ya, fobia adalah salah satu gangguan yang diakibatkan oleh kecemasan. Namun tidak seemua kecemasan akan beraibat pada ganggguan fobia. Kita mungkin mengenal teman kita yang memimilki gangguann fobia, seperti fobia pada kucing, fobia pada karet, fobia pada nasi, fobia pada tempat-temat ramai. Ya, memang terdengar seperti ketakutan yang tidak masuk akal bukan? Karena fobia memang merupakan keadaan yang mengganggu dengan rasa takut yang tidak proporsional dengan bahaya yang terkandungoleh objek atau situasi tertentu yang diakui oleh si penderita. Bayangan yang menyeramkan, menakutkan, dan bayangan yang negative-negatif lainnya yang sama sekali tidak sesuai dengan suatu objek hingga membuat si penderita merasa terancam. Dalam DSM-IV-TR fobia dicirikan dengan 1) ketakutan yang berlebihan, tidak beralasan, dan menetap yang dipicu oleh objek atau siuasi. 2) keterpaparan dengan pemicu menyebabkan kecemasan intens. 3) orang tersebut menyadari bahwa ketakutannya tidak realisis. 4) objek atau situasi tersebut dihindari atau dihadapi dengan kecemasan intens.
Ada beberapa penyebab munculnya gangguan fobia yang dikemukakan dari beberapa aliran psikologis seperti psikoanalisis, behavior, dan kognitif. Pertama, konsep psikoanalisis yan dipelopori oleh Sigmund Freud mengatakan bahwa fobia adalah cara ego untuk menghindari konfrontasi dengan masalah sebenarnya, yaitu konflik semasa kecil yang ditekan kemudian mengkristal sehingga konflik atau ketakutan itu akan muncul pada saat masa perkembangan selanjutnya. Disini jelas bahwa Freud menekankan penyebab munculnya gangguan fobia didasari pada pengalaman masa kanak-kanak.
Kedua, teori behavioral sebenarnya tidak menjelaskan bagaimana fobia itu muncul seperti teori dari Freud, teori behavioral berfokus pada pembelajaran bagaiamana fobia t uterus berkembang. Mowrer (1947) dalam Davison, Neale & Kring (2010) mengatakan bahwa fobia berkembangan dari dua rangkaian pembelajaran yang saing berkaitan 1) mealui classical conditioning seseorag untuk belajar takut pada suatu stimulus netral jika stimulus tersebut dipasangkan dengan kejadian yang secara intrinsic menyakitkan atau menakutkan. 2) operant conditioning seserang dapat belajar mengurangi rasa takut yang dikondisikan tersebut dengan melarikan diri atau menghindari stimulus netral. Respon dipertahankan oleh konsekuensi mengurangi ketakutan yang menguatkan.
Ketiga, kognitif memandang bahwa kecemasan dan fobia diakibatkan oleh perasaan ketakutakan yang berlebiha. Ketakutan yang berlebihan itu tergantung bagiamana proses berfikir individu itu sendiri. Apabila kita selalu berfikir tentang hal negative dan berbagai ancamannya, dan mempercayai bahwa hal negative tersebut akan berulang lagi dan lagi, maka kecemasan pada umumnya dan fobia pada khususnya sangat mungkin terjadi.
Nah, diatas telah dijelaskan dari beberapa teori psikologis tentang apa sih yang menyababkan fobia itu muncul. Jadi gangguan fobia itu bisa sangat mengganggu penderitanya lho. Apalagi bila si penderita terus-menerus dihadapkan pada situasi atau sesuatu yang amat sangat ditakutinya. Untuk terapinya, banyak sekali yang bisa dilakukan seperti juga bisa dengan pendekatan psikoanalisis, terapi perubahan perilakudan sebagainya, yang itu semua hanya boleh dilakukan oleh orang yang ahli dalam hal tersebut, jadi tidak bisa sembarangan karena dikhawatrkan akan berabat fatal. Bukannya sembuh malah dapat menyebabkan distress yang lainya. Semoga bermanfaat :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H