Mohon tunggu...
Nurinda FadillahZahra
Nurinda FadillahZahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Hi! perkenalkan namaku Nurinda Fadillah Zahra kalian bisa memanggil aku 'ody'

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Inspiratif: Lansia yang Bertahan Hidup Bersama Anak dengan Gangguan Jiwa

6 Januari 2024   01:58 Diperbarui: 6 Januari 2024   02:01 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 potret Mbah Tri di samping rumah pada pagi hari, sabtu (16/12/23)/dokpri

Kisah-kisah baik bisa ditemukan di mana saja, salah satunya di Desa Bayaran, Kecamatan Kasihan, Bantul, Yogyakarta, tempat tinggal seorang nenek berusia 84 tahun. Tubuhnya yang sudah tua, dengan kulit penuh keriput menunjukkan bahwa ia telah menjalani hidup yang panjang. Meski begitu, nenek ini selalu gigih mencari nafkah untuk dirinya sendiri dan anaknya yang mengalami keterbelakangan mental. Warga sekitar mengenalnya dengan sebutan Mbah Tri, sedangkan anak laki-lakinya yang mengalami keterbelakangan mental dikenal dengan sebutan Koman. 

"Koman dulunya tidak seperti itu, namun saat usia 18 tahun dia mengalami putus cinta yang membuat kondisi kejiwaannya tidak stabil, sering terlihat seperti orang linglung dan kehilangan arah," ujar Yadi Komarudin, selaku RT setempat.

Awalnya, Koman menerima perawatan selama sekitar satu tahun, tetapi karena situasi ekonomi yang tidak stabil, ia tidak dapat melanjutkan perawatannya. 

Selain Koman, Mbah Tri juga memiliki seorang anak laki-laki bernama Muji, yang merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Muji yang tidak memiliki keterbatasan mental seperti adiknya, kini telah mempunyai keluarga sendiri dengan empat orang anak. Alhasil, Muji tidak lagi tinggal bersama ibunya dalam satu rumah. 

Namun, dari waktu ke waktu, hati Muji tergerak melihat kondisi ibunya. Sayangnya, karena Muji sudah memiliki tanggung jawab keluarga sendiri, ia pun terbatas dalam memberikan bantuan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan ibu dan adiknya. Terpaksa, Mbah Tri harus terus tetap bekerja, pekerjaan Mbah Tri adalah mencari kayu untuk dijadikan arang, yang kemudian dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, meskipun sebenarnya penghasilannya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 

Mbah Tri tidak hanya mengandalkan pekerjaannya sebagai pencari kayu untuk dijadikan arang, tetapi juga bekerja sebagai buruh tani tanpa mempunyai jadwal tetap untuk mendapatkan penghasilan tambahan. 

Melihat kondisi Mbah Tri, masyarakat sekitar merasa tergerak untuk memberikan dukungan dengan memberikan bantuan berupa sembako seperti beras, sayur mayur, atau bahkan makanan siap saji secara berkala. 

Meski dalam kondisi yang kurang mampu, Mbah Tri tetap menunjukkan sikap dermawan di tengah kekurangannya. Ketika memiliki makanan lebih, ia dengan ikhlas membagikannya kepada tetangga di sekitar rumahnya. 

"Meskipun dalam kondisi yang sangat memprihatinkan, Mbah Tri selalu memberikan makanan yang dia punya, saya terharu melihat kedermawanannya, meskipun dalam posisi yang sangat membutuhkan," ujar Tina Listiana, selaku warga sekitar. 

Perjalanan hidup Mbah Tri, yang telah melewati masa mudanya dan mendapati dirinya memiliki anak yang memiliki keterbatasan mental, menginspirasi kita bahwa usia dan tantangan tidak seharusnya menjadi penghalang untuk menjalani hidup yang bermakna. Meskipun menghadapi kesulitan, Mbah Tri menunjukkan bahwa semangat dan tekad dapat menjadi pendorong perjalanan hidup yang panjang dan penuh makna.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun