Bangunan boleh tetap tegak berdiri. Kokoh. Namun, itu tidak selamanya. Sebentar lagi, bangunan dua sekolah itu akan binasa dihancurkan oleh buldozer bergigi baja. Lihat saja pagar-pagar tinggi nan sombong yang berjajar memisahkan anak-anak sekolah dan sebongkah harapan yang menyertainya.
“Massa mengecam tukar guling sekolah tersebut karena sarat dengan kolusi. Apalagi terdengar kabar di pertapakan lama sekolah itu akan dibangun sebuah hotel berbintang, sementara sekolah baru tidak memadai fasilitasnya”
Saya baca headline disebuah berita petang yang ada dihadapan saya. Coba lihat apa yg terjadi di Pematang Siantar. Ini salah satu bentuk kapitalisasi pendidikan. SD Negeri 122350 yang juga bersebelahan dengan SMA Negeri 4, Pematang Siantar, digusur untuk memuluskan pembangunan hotel dan pusat bisnis, demi meraup fulus. Miris, melihat basis pendidikan negeri di injak-injak aparat dan ditukargulingkan dengan hotel berbintang.
Ruislag. Tukar Guling. Karena telah disumpal dengan segenggam uang.,Pemerintah setempat tak bisa berbuat banyak. Jangan harapkan pemerintah daerah berbuat, yang Pemimpin tertinggi saja nyatanya acuh tak acuh karena mungkin, sibuk menangkis pelbagai pemberitaan pribadi tentang pencalonan keluarga dalam kabinet selanjutnya.
Kalau sudah begini, saya jadi merindukan masa-masa dimana kekhilafahan Islam yang berjaya dengan sedigdaya manuvernya. Saat Hukum-hukum Allah ditegakkan, disitulah maslahat pun didapat. Mereka hidupkan talim di rumah mereka masing-masing,di madrasah-madrasah(sekolah), di universitas-universitas, membangun peradaban dengan dengan ideologi islam .Sehingga lahir seorang a’lim, hafidz, mujahid, yang sekaligus ilmuwan, merangkap dokter, fisikawan, ahli matematika, ahli sains, astronomi,dan lain-lain.Wajar, Konsep inilah yang membawa kejayaan islam. Dimana pada masa kekhalifahan, pendidikan menjadi suatu benteng peradaban ilmu dengan kelengkapan fasilitas terbaik pada masanya. Tak heran, jika putera-puteri kerajaan Eropa berduyun-duyun menimba ilmu di negara Islam pada saat itu.
Akhir kata, ‘Terima kasih’, telah merobohkan sekolah kami. Menumbangkan segala harapan lintas generasi.Inikah, hasil pendidikan berbasis pasar (baca:kapitalis)?. Yang telah membuat anak-anak seumuran kami menjadi bengis dan bertindak anarkis.
‘Terima kasih’, Telah membuat Pendidikan negeri ini hanya sebatas Definisi. Pendidikan negeri ini hanya sebuah Jargon Gratis yang numpang lewat di iklan-iklan layanan masyarakat di televisi . ‘Terima kasih’, telah membuat atmosfer keegoisan anak didik kian meninggi. Siapa yang hendak berkilah?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H