Mohon tunggu...
Nur Imamah
Nur Imamah Mohon Tunggu... -

do the best

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

RESENSI NOVEL PULANG (NUR IMAMAH)

19 Desember 2015   22:22 Diperbarui: 19 Desember 2015   22:32 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengarang : TERE LIYE

ISBN : 978-602-082-212-9

Terbit : Jakarta, 2015 

Halaman : iv+ 400 Halaman

Harga : Rp. 65000,-

Berat : 300 gram

Dimensi :13.5 X 20.5 Cm

Cover : Soft Cover

 

MAMAK, BUJANG PULANG

"Aku tahu sekarang, lebih banyak luka di hati bapakku dibanding di tubuhnya. Juga mamakku, lebih banyak tangis di hati Mamak dibanding di matanya."

 Sebuah kisah tentang perjalanan pulang, melalui pertarungan demi pertarungan, untuk memeluk erat semua kebencian dan rasa sakit.

 

“Selalu ada hal baru yang bisa direnungi dan dipahami dari novel-novel Tere Liye.”

—Pulin Sri Lestari, ibu rumah tangga

 “Saat ini kita cenderung tidak lagi peduli pada banyak hal, namun novel-novel Tere Liye membantu kita untuk melihat lebih dalam dan peduli.”

 

Tere Liye bukan saja novelis, tapi penulis yang benar-benar handal. Dalam setiap tulisannya selalu dikemas dengan cerita-cerita yang apik.

Novel pulang menceritak tentang seorang pemuda yang sejak kecil belum pernah mengenal dunia selain tempat kelahirannya. Pada pada usia 15 tahun dengan skenario sdemikian rupa yang direncanakan oleh bapaknya, dia akhirnya bisa keluar dari tempat kelahirannya dan tumbuh jadi pemuda yang hebat. Dia bisa mengejar semua ketertinggalan pelajaran-pelajaran yang belum sama sekali dia rasakan. Dan kahirnya dia menyelesaikan masternya di luar negeri.

Pulang, banyak sekali definisi pulang dalam novel ini, pulang di sini juga membuat bujang kadang bingung, dalam setelah kedua orang tuanya meninggal dia merasa bingung tak tau kemana lagi dia harus pulang, tapi setelah suatu pagi bercakap-cakap dengan tuanku imam, sambil menikmati matahri terbit, hal yang jarang atau hamper tidak pernah dilakukan bujang, penuturan lembut tuanku imam yang juga paman bujang akhirnya membuka hatinya, bahwa hakikat pulang bukan saja pulang dalam artian pulang ke suatu tempat, tapi kembali ke jalan Tuhan, kembali ke jalan kebaikan.

Dalam novel ini Tere Liye kembali menunjukkan kecerdasannya. Semua hal dinarasikan begitu detail. Bahkan tempat-tempat di luar negeri yang dikunjungi Bujang digambarkan dengan begitu gamblang. Semua sangat detail, tak ada yang lewat dari perhitungannya, sepersekian detik begitu berharga.

Seakan Tere Liye mengerti betul bagaimana cara menggunakan alat yang ada dalam novel ini, seperti shuriken, katana, khanjar, dll. Bahasa untuk menjelaskan fungsi dan cara menggunakan alat-alat tersebut seakan-seakan membawa pembacanya berperang dan bertarung bersama. Membuat nafas tidak beraturan, karena ketika membaca tentang pertarungannya sungguh bikin deg-degan.

Banyak sekali petuah-petuah dalam novel ini yang patut untuk direnungkan. Bahwa hidup tidak selalu tentang angka umur, tapi berapa hari kita menikmati dari hidup yang diberikan Tuhan.

Perlu kiranya sekali-kali kita menunggu matahari terbit (sunrise), bukan apa-apa, tapi untuk sekedar mensyukuri hidup, banyak hal yang bisa dilakukan.

Dalam novel-novel ataupun tulisan-tulisannya Tere liye selalu menunjukkan kecerdasannya dan keluasan wawasannya. Novel ini sedikit banyak mengkritisi negeri ini, mulai dari ekonomi sampai pemilihan presiden. Tapi bagi orang awam pendidikan, mungkin perlu bersanding kamus untuk memahami beberapa istilah dalam novel ini.

Novel ini perlu bisa menjadi pedoman atau bacaan bagi orang yang bisa jadi menggeluti dunia perekonomian ataupun sekedar ingin merenungi kehidupan. Dalam novel ini banyak membahas tentang shadow economy, yang tentu saja ini akan dipahami oleh pakar-pakar ekonomi.

Ada kata bijak yang saya suka dari novel ini, salah satunya hidup ini tidak pernah tentang mengalahkan siapapun. Hidup ini hanya tentang kedamaian di hatimu. Saat kau mampu berdamai, saat itulah kau telah memenangkan seluruh pertempuran.(hal. 340)

Membaca novel-novel Tere Liye tidak butuh hanya sekedar membaca, tapi berkontmeplasi, merenungin setiap kalimat yang ada di dalamnya merupakan kepuasan tersendiri. Betapa setiap detik dari nafas yang kita miliki begitu berharga. Novel ini mengajarkan bahwa hidup tidak melulu tentang hati (jatuh cinta yang bikin galau berkepanjangan), tapi bagaimana seberapa berguna kita hidup baik untuk diri sendiri ataupun orang lain.

Ada pertanyaan yang sampai selesai membaca pun belum terjawab. Maksud “pulang” bujang di sini apakah ia telah kembali kepada ajaran agama yang pernah diajarkan oleh mamaknya waktu kecil atau bagaimana?

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun