Mohon tunggu...
Nuril Komari
Nuril Komari Mohon Tunggu... -

wong ndeso yang mendambakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Prabowo Tantang Habibie

15 Mei 2014   16:52 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:30 901
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1400122150125807932

[caption id="attachment_323748" align="aligncenter" width="731" caption="Buku BJ Habibie"][/caption]

Saya sedih membaca buku Bacharuddin Jusuf Habibie yang berjudul “Detik-Detik yang Menentukan JalanPanjang Indonesia Menuju Demokrasi” (Jakarta: THC Mandiri, 2006, Cetakan Kedua). Pada halaman 102, Habibie mengisahkan peristiwa tak lama setelah ia dilantik menjadi presiden, menggantikan Soeharto.

===

Terjadi suatu dialog antara saya dan Pangkostrad, dan sebagaimana biasa jika kami bertemu, ia berbicara dalam bahasa Inggris. “Ini suatu penghinaan bagi keluarga saya dan keluarga mertua saya Presiden Soeharto, Anda telah memecat saya sebagai Pangkostrad.”

Saya menjawab, “Anda tidak dipecat, tetapi jabatan Anda diganti.”

“Mengapa?” tanya Prabowo.

Saya menyampaikan bahwa saya mendapat laporan dari Pangab bahwa gerakan pasukan Kostrad menuju Jakarta, Kuningan, dan Istana Merdeka.

“Saya bermaksud untuk mengamankan Presiden,” kata Prabowo.

“Itu adalah tugas Pasukan Pengamanan Presiden yang bertanggung jawab langsung pada Pangab dan bukan tugas Anda,” jawab saya.

“Presiden apa Anda? Anda naif!” jawab Prabowo dengan nada marah.

“Masa bodoh, saya Presiden dan harus membereskan keadaan bangsa dan negara yang sangat memprihatinkan,” jawab saya.

“Atas nama ayah saya Prof. Soemitro Djojohadikusumo dan ayah mertua saya Presiden Soeharto, saya minta Anda memberikan saya tiga bulan untuk tetap menguasai pasukan Kostrad,” mohon Prabowo.

Saya jawab dengan nada tegas, “Tidak! Sampai matahari terbenam Anda sudah harus menyerahkan semua pasukan kepada Pangkostrad yang baru!”

“Berikan saya tiga minggu atau tiga hari saja untuk masih dapat menguasai pasukan saya!”

Saya langsung menjawab, “Tidak! Sebelum matahari terbenam semua pasukan sudah harus diserahkan kepada Pangkostrad baru! Saya bersedia mengangkat Anda menjadi duta besar di mana saja.”

“Yang saya kehendaki adalah pasukan saya!” jawab Prabowo.

“Ini tidak mungkin, Prabowo!”

====

Saya sedih dan mengelus dada, apa macam begini sikap seorang prajurit kepada Kepala Negara. Bukankah Kepala Negara adalah simbol dari negara itu sendiri? Kalau kepada Kepala Negara saja, ia berani berkata kasar dan menantang, apalagi kepada warga negara biasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun