Mohon tunggu...
Mochamad Nuril Anwar
Mochamad Nuril Anwar Mohon Tunggu... Freelancer - .

Penikmat Kopi & Rokok dalam suasana Senja.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Valentine Bukan Budaya Kita!

14 Februari 2019   05:30 Diperbarui: 14 Februari 2019   07:38 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap tanggal 14 Februari khalayak umum merayakan hari Kasih Sayang. Bahkan beberapa hari sebelum perayaan. Kota-kota, supermaket, tempat umum telah dihiasi oleh hingar-bingar valentine yang identik dengan warna pink, coklat, dan bunga.

Terdapat beberapa versi yang menceritakan sejarah hari Valentine tersebut, meski tak 100% kebenaran-nya, setidaknya ada sejara dibalik hari yang diperingati tersebut. Dalam legenda sejarah menyebutkan bahwa ada tiga sosok yang bernama Valentine, dan ketiganya meninggal dengan cara tragis (dipenggal, disiksa, dan eksekusi mati).

Kisah yang mungkin akrab ditelinga masyarakat umum adalah kisah sorang pastor bernama Santo Valentino yang diam-diam menikahkan pasangan muda saling mencintai, namun akhirnya tewas dengan cara dipenggal.

Dari simpang-siurnya sejarah tersebut, yang paling menggelitik adalah sikap dari masyarakat di negara yang miliki kode nomer handpone (+62) ini. Dimana setiap menjelang datangnya hari kasih sayang tersebut, sebagian kelompok fundamentalis mati-matian untuk meredam euforia dari hari yang cukup disukai oleh kawula muda tersebut dengan segudang argumen-argumen yang terkadang hingga menghalalkan segala cara.

"Valentine bukan budaya kita !!! bla ... bla ... bla ..."

Memberangus budaya Valentine mengatasnamakan budaya asli Nusantara, namun pada ruang dan waktu yang berbeda, saat perayaan budaya lokal Nusantara akan diselenggarakan, mereka melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan saat menolak budaya Valentine.

"Budaya lokal merusak akidah beragama, bla ... bla ... bla ..."

Dalam hati kecil saya berkata "maunya apa tho orang-orang ini, valentine ditolak, budaya asli dilenyapkan". Atau kita dituntut oleh mereka untuk memiliki pemikiram seragam, agama yang sama, dan sikap fundamentalis yang dipaksa untuk menular ke sendi-sendi masyarakat Indonesia ?.

Mungkin mereka tak mau tau atau bahkan benar-benar tak tau jika pemikiran seragam yang memiliki kekuatan besar akan mengakibatkan lahirnya fasis. Dan hal tersebut sangan tidak relevan dengan kondisi masyarakat kita yang majemuk.

Sampai kapan kelucuan-kelucuan kelompok fundamental yang hidup di negara tropis ini akan tumbuh dan berkembang. Dimana negara lain telah berlomba untuk memuju ruang-ruang yang belum terjamah manusia lain dengan temuan-temuan teknologi yang fantastis. Disini masih sibuk gontok-gontokan masalah yang tidak terlalu bermanfaat.

Terlepas dari hukum perayaan itu boleh atau tidak boleh, yang terpenting adalah bagaimana usaha kita mengarahkan kawula muda untuk mengisi hari kasih sayang dengan hal-hal yang bermanfaat misalnya saling membuat puisi, membuat novel, menyebarkan sikap kasih sayang dan cinta kepada seluruh alam. Karena setiap manusia yang terlahir di dunia ini memiliki tanggung jawab terhadap Tuhan yaitu menyebarkan kasih sayang terhadap alam semesta.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun