Tak terasa hampir satu tahun, pandemi Covid-19 menaklukkan dunia khususnya negara kita Indonesia. Tatanan ekonomi kocar-kacir, pengangguran terus bergulir. Meski bantuan pemerintah terus dilakukan belum mengurangi kemiskinan yang terjadi saat ini.Â
Semua sektor kehidupan menjadi lumpuh karena pandemi, tak terkecuali dunia pendidikan. Semenjak pemerintah melakukan lokdown ataupun PSBB, sekolah tutup total. Gedung-gedung tinggi yang biasa ramai dengan teriakan, tertawa riang anak-anak, sejatinya seperti kuburan. Sepi tak bertuan. Hanya satgas saja yang lalu lalang. Ada petugas yang secara bergantian masuk untuk piket di sekolah terutama Tata Usaha dan PKS.
Kadangkala ada satu dua guru yang masuk karena ada urusan administrasi di sekolah. Setelah urusan selesai, mereka pun pulang lagi.Â
Semula, kami menduga sekolah dapat dibuka pada awal tahun 2021 yaitu bulan Januari yang lalu. Ternyata tidak. Bahkan virus ini mulai merambah pada cluster dunia pendidikan. Beberapa guru pun mulai tertular Covid-19. Entah darimana, oleh siapa dan karena apa. Karena beberapa orang guru yang terkena merupakan orang-orang yang paling tertib dan patuh pada protokol kesehatan.Â
Karena Covid ini pula, kamipun harus kehilangan seorang teman terbaik kami, seorang guru yang bisa dikatakan senior dalam bidang bimbingan konseling. Dia adalah teman sekaligus orangtua buat kami yang sering kami mintai pendapat dan sarannya dalam menangani permasalahan siswa-siswi di SMPN 6 Tangerang. Beliau adalah Ibu Kasiati. Orang yang ramah, santun dan tegas dalam menangani anak-anak yang bermasalah.
Hikmah di balik kejadian itu membuat kami semakin berhati-hati dan memperketat pengawasan terhadap protokol kesehatan. Penerapan 4 M selalu diingatkan di sekolah kami yaitu mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak, serta menjauhi kerumunan. Kebetulan sekolah kami luas, jadi untuk menjaga jarak bukan hal yang sulit. Di depan sekolah dekat gerbang sudah disiapkan tempat untuk mencuci tangan dengan berjarak juga. Bahkan di luar ruangan hand sanitizer tak lupa disiapkan.
Kami sadar bahwa dengan mematuhi protokol kesehatan, dapat meminimalisir penularan virus ini.Â
Beberapa waktu yang lalu sempat kami heboh masalah tes antigen, PCR, swab, atau apalah itu. Setiap orang yang pernah berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan penderita diharapkan untuk melakukan tes. Untuk melakukan tes tersebut sekolah berani mengganti biayanya. Meskipun begitu, banyak diantara kami yang merasa takut, waswas ataupun trauma dibuatnya. Hal ini menakutkan karena kami deg-degan ketika menunggu hasilnya nanti.Â
Kehebohan terhadap tes-tes tersebut sudah berlalu, kini ada muncul kehebohan baru yakni vaksin. Gencarnya pemerintah untuk melakukan pemberian vaksin sedang menjadi momok yang menegangkan bagi kami. Melalui pemberitaan pro kontra terhadap vaksin membuat kamipun merasa berat untuk melakukannya. Tetapi, sekolahpun bersikap bijaksana. Bagi yang tidak mau divaksin boleh-boleh saja asalkan membuat surat pernyataan keberatan dan ditandatangani di atas materai.Â
Walaupun dengan berat hati dan kegelisahan yang berkecamuk, tapi kami tetap memberanikan diri. Alhamdulillah semuanya berjalan dengan lancar. Tak ada efek samping yang parah. Mungkin ada sedikit mual atau muntah tak menjadi alasan untuk tidak melakukan vaksin.Â
Mari kita sambut vaksin dengan suka cita karena dengan vaksin ini membuka harapan semua orang dibukanya kembali sekolah tatap muka seperti biasa. Semoga saja. Aamiin.