Mohon tunggu...
Nurifah Hariani
Nurifah Hariani Mohon Tunggu... Guru - Guru yang suka membaca dan senang berkhayal

Guru di sebuah sekolah swata di kota Malang, sedang belajar menulis untuk mengeluarkan isi kepala, uneg-uneg juga khayalan

Selanjutnya

Tutup

Humor

Syarat Istri Idaman

30 Januari 2025   19:27 Diperbarui: 30 Januari 2025   19:27 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya bukanlah anak tunggal, masih ada kakak dan dua adik, namun hanya saya yang laki-laki. Mungkin itu sebabnya Ibu selalu "ngeman" saya apalagi katanya saya ini anak mahal karena sering sakit-sakitan sejak kecil. Ketika itu jika bukan Dokter "H" yang memeriksa, saya bakal lama sakitnya. Dokter itu sangat terkenal di kota saya karena "manjur" dan tentu saja mahal. Padahal kakak dan adik-adik bila sakit cukup berobat ke Puskemas.

Kasih sayang Ibu kepada saya pada titik tertentu membuat saya merasa risih. Apalagi Ibu sering menunjukkan sayangnya kepada saya saat ada teman-teman.

Pernah ketika saya bersama teman-teman mengerjakan tugas kelompok di rumah, Ibu mendadak menyuruh saya mandi , katanya sudah dimasakin air. Setelah itu saya disuruh makan karena sudah dimasakin soto ayam kesukaan saya.

"Ayip tidak boleh telat makan karena harus mimik obat," Ibu memintakan ijin saya kepada teman-teman.

Lihatlah Ibu memanggil saya "Ayip" padahal saya sudah tidak cedal dan bisa dengan jelas mengatakan "Syarif". Ibu juga bilang "mimik" bukan minum. Kata yang artinya minum tapi biasanya ditujukan untuk anak kecil. Saya sudah berseragam putih abu-abu ketika itu.

Tentu saja teman-teman langsung meledek saya ."Cieee, Ayip anak Mama."

Saya pernah memprotes dengan mengatakan bahwa saya sudah dewasa, tidak perlu diingatkan untuk mandi atau minum obat. Dan selalu panggil saya, Syarif.

"Oala Nang, anak ibu sudah dewasa, tapi Ibu tetap khawatir sampai kamu sudah mentas. Menikah dan punya anak, baru Ibu tidak khawatir," jawab ibu.

Ternyata  saya tidak kunjung menikah ketika kakak dan adik-adik saya sudah menikah, maka Ibu tidak berhenti mengkhawatirkan saya.

Bagi keluarga saya yang sangat Jawa, menikah itu kewajiban. Ibu selalu menyuruh saya agar segera "mentas". Mungkin bagi beliau saya masih terjebak dalam kubangan kejombloan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun