"Kenapa dihukum? Saya, orang tuanya tidak pernah menghukum."
"Ngapain gurunya kok sampai kecolongan?"
Itu hanya beberapa contoh dari protes wali murid.
Sebelum menjawab segala tudingan itu ijinkan saya ambil napas dulu. Hah! Baiklah. Bapak Ibu wali murid yang saya muliakan. Tadi pagi apakah Panjenengan sudah nyangoni anak  dengan senyum dan doa terbaik? Apakah Panjenengan sudah memastikan anak sampai di sekolah? Sepulang sekolah tahukah Panjenengan anak main dengan siapa? Pergi kemana? Sejak kapan Panjenengan tahu bahwa uang saku yang diberikan dibelikan rokok eceran?  Siapa pacar anak Panjenengan sekarang? Siapa mantan terakhirnya? Kemana ketika anak pamit untuk kerja kelompok?  Apa pasword hapenya?  Siapa saja yang ada dalam daftar kontaknya?
Bapak Ibu Wali Murid yang terhomat, jika Panjenengan bisa menjawab separuhnya saja , Panjenengan boleh menghujat kami.  Jika tidak, akui saja bahwa Panjenengan belum bisa  mendampingi  amanah dari Gusti Allah itu dengan maksimal, apalagi membentuk karakternya.
Apa yang Panjenegan pikirkan tentang kami? Guru sudah sejahtera, gajinya sudah banyak, mosok sih bikin anak pintar dan berakhlak saja tidak bisa? Lha terus Panjenengan masa bodoh menitipkan anak di sekolah dari pagi sampai sore.
Banyak orang tua siswa yang komplain tentang cara guru mendidik di sekolah. Rupanya pengalaman mengajari anak-anaknya pada masa pendemi sudah terlupakan. Mereka seenaknya bilang kami mendidiknya kurang tegas, kurang wibawa, terlalu lembek dan sebagainya.
Duh Pak/Bu kami harus sangat berhati-hati menghadapi  siswa. Dikasari lapor, kami bisa kena pasal. Dialusin gak mempan. Dikasih tinggal kelas kami digugat. Dikeluarkan dari sekolah, kami diperkarakan. Memangnya siapa yang mau berkorban masuk penjara demi kebaikan anak orang? Kami juga punya keluarga  Pak/Bu.
Perlakuan kami terhadap siswa tidak terpengaruh masalah uang sekolah. Apalagi sekarang ada pendidikan gratis yang malah membuat berkurangnya partisipasi orang tua. Semakin berkurang pemahaman bahwa pendidikan bukan hanya tanggung jawab kami. Pendidikan anak adalah tanggung jawab orang tua, guru dan masyarakat serta pemerintah tentunya.
Â
Jadi begini Bapak/Ibu Wali Murid yang terhormat pada setiap kenakalan  anak. dua per tiganya adalah wujud kegagalan Panjenengan dan sepertiganya boleh dituduhkan kepada kami. Bukankah anak-amak itu bersama kami hanya selama 8 jam sehari? Selebihnya mereka bersama keluarga di rumah. Maka saya mohon dengan hormat ketika Panjenengan kami panggil ke sekolah perihal kenakalan anak-anak cobalah untuk legowo. Mari kita bersama-sama mencari jalan keluarnya. Percayalah kami para guru tidak ingin melihat anak-anak gagal. Meskipun nantinya mereka melupakan kami, guru tetap bangga melihat murid-muridnya berhasil dan sukses.