Sepuluh menit sebelum pelajaran usai, aku memberi pertanyaan tentang cita-cita. Suasana kelas yang tadinya sepi karena banyak anak yang terkantuk-kantuk , mendadak riuh, mereka berebut meninggikan suara. Kuberi isyarat untuk tenang dan kuminta mereka mengacungkan tangan bila akan menjawab. Jangan membayangkan jawaban anak-anak berseragam biru putih itu seperti generasi kita di saat sekolah dulu seperti menjadi dokter, pilot, insinyur, pengacara atau pun guru. Cita-cita mereka menjadi artis, pemain sepakbola, chef, gamers dan tiktokers. Ketika kutanya  mengapa tidak ada yang ingin menjadi guru. Jawaban mereka adalah , jadi guru tidak asik Bu, tidak terkenal, tidak kaya, tidak hepi dan cepet tua.
Semua anak sudah menjawab kecuali Ilmi. Anak perempuan yang duduk sendiri di kursi paling depan itu tidak pernah mengacungkan tangan. Ia tampak malu-malu, selalu menunduk dan menghindari tatapan mata. Ketika kutanya, ia menjawab dengan malu-malu."Jadi  astronot, Bu," ucapnya.
Suasana kelas yang riuh menjadi senyap tiba-tiba. Beberapa anak tampak melongo. Lihatlah kening berkerut, alisnya saling bertaut, sepertinya mereka sedang berpikir keras untuk mencerna perkataan Ilmi. Mungkin mereka asing dengan kata astronot, atau menyangsikan Ilmi yang nilainya selalu ada di urutan terbawah itu bisa menjadi astronot. Ketika kutanya apa itu astronot? Ilmi menjawab dengan percaya diri. Itu loh Bu, yang seragamnya putih-putih, pakai topi tinggi warna putih juga yang sukanya masak-masak, seperti di acara Masterchef , masak Ibu gak tahu sih. Olala, astronot yang itu rupanya? Bukan yang pergi pulang ke bulan ya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H