Gadis yang duduk di bangku paling depan, yang paling dekat dengan meja guru adalah Luna. Dalam mitologi Romawi, Luna adalah Dewi Bulan yang dilukiskan mengendarai kereta perang melintasi pekatnya malam. Namun Luna yang ini adalah penyuka sepi. Ia tak punya teman. Ia tak suka mengobrol apalagi menghibah. Tak ada yang dilakukannya  di kelas  selain menunduk. Ia nemang sepemalu itu.
Kata Guru BK, Luna termasuk ABK  katagori slow learner  yaitu  siswa dengan kemampuan kognitif di bawah rata-rata.  Ia mengalami kesulitan berkomunikasi,  kesulitan memecahkan masalah dan kesulitan mencapai ketentuan minimal di kelas reguler. Maka teman-teman  guru dari masing-masing  matpel  menyiapkan materi khusus untuk Luna. Saya yang mengajar Pendidikan Pancasila biasanya menyiapkan rangkuman materi untuk dicatatnya ulang.  Bila tak sempat saya memintanya untuk menulis beberapa pasal dari UUD NRI Tahun 1945. Luna tidak pernah protes,  ia menerima saja apapun tugas sebagaimana saya juga harus siap menerima hasil karyanya yang selalu underestimated.
Bagaimana dengan orang tuanya? Saya pernah bertemu dengan bapaknya yang ternyata pejabat di pemerintahan. Beliau menyekolahkan Luna di sekolah kami yang swasta kecil karena jaraknya dekat dengan rumahnya. Bila Luna tantrum atau sedang tidak bisa diajak kompromi, beliau bisa secepatnya datang membantu. Kecewakah beliau dengan Luna yang anak satu-satunya?  "Saya pernah kehilangan harapan dan rencana, tetapi  saya ingat kecintaan Allah  jauh kebih besar dari kekecewaan saya dan rencana-Nya yang telah disiapkannya untuk hidup kami lebih baik dari impian saya,"jawab beliau. Ternyata Luna menjawab harapan orangtuanya dengan menyelesaikan hafalan Al-Qur'an di kelas 9. Prestasinya sungguh membanggakan sekalgus mebuktikan bahwa Allah adalah Dzat yang tidak pernah mengecewakan hamba-Nya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H