Wi Bowooo

"Bowoooo!" jawab anak-anak serempak ketika saya bertanya siapa yang tidak masuk hari ini. Bowo? Saya  hapal semua nama murid di kelas ini. Tidak ada yang namanya Bowo. Sekilas saya melihat daftar absen untuk memastikan. Benar, tidak ada. Saya mengedarkan pandangan ke seluruh sudut kelas. "Aisyah Kusumasari, Bu!" ucap Amel yang duduk di bangku depan. "Wibowo nama bapaknya," bisiknya pelan. Namun tak ayal suaranya terdengar juga dan memicu suara tawa anak-anak yang berseragam biru putih itu.

"Jadi kalian masih saling mengejek menggunakan nama orang tua?" Saya meninggikan suara. Selalu saja ada kejadian seperti ini. Anak-anak saling memanggil nama bapak untuk mengejek. Apalagi nama-nama yang menurut mereka aneh. Seperti  nama Wibowo atau Bowo itu mengingatkan pada seorang pelawak yang bibirnya ndoweh, bergaya plonga-plongo seperti orang bodoh. Sudah sering saya memproses mereka yang "nyandak" nama orang tua. Mulai dari memberi point pelanggaran, menulis hukuman, berlari keliling lapangan sampai mencabut rumput di lapangan. Tak mempan juga. Masih sering saya mendengar mereka "nyandak" nama ortu.

"Tegakkan dada, jangan diambil hati, siapa pun yeng "nyandak" nama orang tuamu, hadapi dengan kepala dingin, harus tegas dan percaya diri," nasehat saya kepada Aisyah yang masuk setelah sakit dua hari. Gadis periang yang suka matematika itu mengangguk lalu berjalan menuju kelasnya dengan kepala tegak. Saya mengawasi langkahnya sambil melihat apa yang akan terjadi."Wah, Wibowo masuk, darimana saja?" Ada suara yang menggodanya. Aisyah tak menanggapi. "Wiiiii Bowo!" Seorang anak lelaki jangkung mencegatnya. "Eh iya nama bapakku Wibowo, pengin kenalan ya? Bapakku baik loo, sering bawa oleh-oleh jika pulang dari luar negeri. Ibuku saja sering bilang Wi..bawa uang, Wi..bawa coklat, Wi..bawa hp baru. Kamu mau?" Aisyah berlalu meninggalkan teman-temannya yang masih melongo.