Mohon tunggu...
Nurifah Hariani
Nurifah Hariani Mohon Tunggu... Guru - Guru yang suka membaca dan senang berkhayal

Guru di sebuah sekolah swata di kota Malang, sedang belajar menulis untuk mengeluarkan isi kepala, uneg-uneg juga khayalan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jangan Kunci

29 Desember 2024   21:58 Diperbarui: 29 Desember 2024   21:58 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ada pepatah yang mengatakan bahwa  cinta itu  berawal  dari perut naik ke hati. Lha, Mas Sadewa  yang tidak pernah tahu bagaimana rasa masakan saya, toh mau mati-matian mengejar-ngejar saya. Huahahaha. Ge er sedikit boleh 'kan. Sebenarnya saya bisa masak lo, meski cuma menyeduh mie goreng, menggoreng telur ceplok dan menguleg sambal terasi.  Memasak memang bukan passion saya. Sejak kecil saya terbiasa melihat Bapak yang mengerjakan pekerjaan rumah seperti menyapu, mencuci juga memasak. Sedangkan Ibu sibuk bekerja dari pagi sampai sore.  Saya seperti juga Ibu kalau diminta ke dapur selalu banyak alasan ini itu.

Namun setelah menikah saya kok kepingin seperti orang lain. Saya ingin memasak untuk suami tercinta. Mas Sadewa  tertawa mendengar ide saya.  "Bikin jangan kunci saja," usulnya. Ia menyebutkan bahan-bahannya juga bumbunya. Ah, gampang itu. Saya belanja bahan-bahannya di mlijo yang lewat di depan rumah. Semua sayurnya seperti wortel,  labu siam dan bayam, dicuci dulu baru dipotong-potong lalu  dimasukkan panci bila airnya sudah mendidih.Bumbunya bamer, baput, tomat ,  garam, gula dan micin tentunya.  Jangan lupa kuncinya. Inilah anehnya orang Jawa Timur, sayur dibilangnya jangan pake kunci pula. Huahahaha.

Kata suami jangan kunci itu pasangannya tempe goreng, bakwan jagung dan sambal terasi. Pas makan itu nasi sebakul pun lewat. Huahahaha. Maka  pas sayurnya sudah matang, saya memanggilnya. Namanya juga pengantin baru sebelum mencicipi sayur, Mas Ganteng cipiki-cipika dulu. Pas mendekat panci sayur, keningnya berkerut. Seperti ada yang aneh. "Sayang, kok seperti bau logam ya?" Ia mengaduk-aduk sayur sambil mengamati kuahnya yang sedikit memerah. "Iyalah sayang, tadi saya  masukan pula  kunci  garasi  karena kalo cuma kunci pintu kurang nonjok rasanya."  Tampaknya jawaban saya membuatnya kaget. Ia mengangkat panci sayur lalu  menumpahkan isinya di tempat cuci piring. Tawanya berderai ketika menemukan kunci-kunci itu di dasar panci. "Olala Dindaku sayang, terima kasih sudah membuat kunci ini hangat dan glowing. Kita makan di luar yuk!" Lho, salah saya apa toh?

Catatan : Jangan kunci adalah sayur bening dengan bumbu temu kunci yang sebangsa dengan kunir, jahe, laos bukan kunci pintu apalagi kunci garasi yang ada gemboknya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun