Kalian kenal Lek Punah? Itu lho, janda beranak tiga yang mempunyai toko sembako di dekat rumahku. Wajahnya ga ada manis-manisnya, pantas saja Lek Parno meninggalkannya, lha wong dia itu gak bisa tersenyum. Perempuan bertubuh gempal dengan rambut keriting itu juga sombong, pernah kuberi serantang sayur nangka muda yang kumasak dengan bumbu lengkap dan santan kental, eh di malah marah, padahal aku cuma lupa ngengetin sayur itu semalam.
Tatapan matanya setajam silet ketika aku lewat di depan tokonya. Kurasa ia memperhatikanku sampai di seberang jalan. Apa sih maunya?  Di akhir bulan kemarin aku sudah berbelanja di situ. Sekarang aku ke tokonya  Koh Ajong  yang lebih besar dan  lebih lengkap barang-barangnya. Lelaki bermata sipit itu selalu tersenyum menyambut pembeli, tokonya pun sejuk dan wangi.
Aku baru akan membuka pintu ketika Lek Punah tiba-tiba muncul. Lihatlah matanya merah, giginya gemerutuk, tangannya terkepal. Kurapalkan doa sebisa-bisanya, monster itu berjalan mendekatiku."Oh, begitu rupanya kelakuanmu. Banyak uang kau belanja di sana? Â Hey, Hiroshima dan Nagasaki hancur karena bom. Tokoku hancur karena bon. Bayar utangmu sekarang!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H