Mohon tunggu...
Nurifah Hariani
Nurifah Hariani Mohon Tunggu... Guru - Guru yang suka membaca dan senang berkhayal

Guru di sebuah sekolah swata di kota Malang, sedang belajar menulis untuk mengeluarkan isi kepala, uneg-uneg juga khayalan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hepi Besdei

25 Juni 2024   14:59 Diperbarui: 25 Juni 2024   15:24 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Saya berulang tahun di bulan ini. Sesungguhnya jika bisa, saya penginnya menghilang saja di hari itu. Merayakan ulang tahun adalah bentuk peradaban yang paling tidak penting bagi saya. Tetapi saya tidak mampu menghindar.  Pagi-pagi  hape saya berdenting-denting , berentetan  ucapan  selamat ulang tahun dari  teman kerja dan juga saudara. Saya tidak segera membalas  karena sejujurnya saya tidak tahu caranya. 

Selama ini saya tidak pernah mengucapkan selamat ulang tahun lewat wa grup apalagi dengan cara copy paste. Bagi saya tindakan seperti itu sangat tidak pantas.  Apa sulitnya menggerakkan jari sedikit  untuk mengetik kata-kata yang terlintas di kepala, sekedar happy milad, selamat ulang tahun, sugeng tanggap warsa, dan sebagainya.

Siang sudah hampir usai ketika saya menemukan cara untuk membalas ucapan selamat dan rangkaian doa dari teman-teman. Saya membalas satu persatu melalui wapri. Tak banyak yang bisa saya katakan selain doa yang sama buat mereka yang telah bersusah payah mengingat hari lahir saya.

Okelah hari itu berlalu dengan biasa saja.  Kesibukan saya cuma bertambah dengan membalas wa teman-teman. Yang istimewa adalah ketika Ibuk yang sudah berusia  80  tahun yang sudah sering lupa-lupa malah ingat tanggal kelahiran saya ketika melihat tanggalan di koran. "Lo, hari ini kelahiranmu ya," katanya. Lalu disambung dengan setangkup doa yang langsung saya aminkan.

Keesokan harinya saya ke sekolah. Saya sudah melupakan hari istimewa  kemarin.  Anak-anak bersikap biasa saja , tetapi  di jam ketiga  di kelas 9, anak-anak menjadi sangat menyebalkan. Mereka  masih memakai kaos olahraga di kelas, semuanya kompak menolak ganti baju. Kalian tahu kan bau keringat anak-anak yang beranjak remaja? Akhirnya saya keluar kelas daripada engap-engapan napas ini.

 Eh, mereka mengikuti saya ke kantor guru. Ada suara balon diletuskan, suara-suara riang mengiringi lagu selamat ulang tahun, sekotak donat bertopping warna-warna dan empat lilin yang menyala. Ya Allah, wajah-wajah yang riang  gembira, senyum yang merekah dan mata yang berbinar. Mereka tampak sangat-sangat bahagia.

"Terima kasih, anak-anak. Kalian luar biasa. Tetapi mohon maaf. Ibu tidak bisa meniup lilinnya. Karena saya bukan sekte peniup lilin. Terima kasih banyak. Ibu mohon, sekali ini saja ya. Terima kasih, dan jangan lagi."

Upps! Percayalah sakit dada ini mengucapkannya. Mata saya pun terasa panas. Apalagi mereka  tampak kecewa. "Maaf ya Bu. Maaf," bisik mereka. Mereka seperti bunga yang mekar lalu melayu tiba-tiba.

Saya minta beberapa dari mereka untuk meniup lilinnya lalu membagi-bagi donat-donat mungil yang tampilannya menggugah selera.

"Darimana uang untuk beli kuenya?"

"Urunan , Bu"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun