Mohon tunggu...
Nurifah Hariani
Nurifah Hariani Mohon Tunggu... Guru - Guru yang suka membaca dan senang berkhayal

Guru di sebuah sekolah swata di kota Malang, sedang belajar menulis untuk mengeluarkan isi kepala, uneg-uneg juga khayalan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menolak Tua, Jadilah Guru

24 Juni 2024   06:55 Diperbarui: 24 Juni 2024   06:59 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertengahan tahun ini genap tiga dasa warsa saya mengajar di sebuah sekolah swasta di jantung kota. Sekolahnya cukup bagus, gedung sudah milik sendiri, ada kantin untuk siswa, ada laboratorium untuk komputer dan pelajaran IPA, buku-buku di perpustakaan cukup memadai, ada pula lapangan yang bisa digunakan untuk sepakbola, futsal, basket , badminton juga bola volley.Di lantai dua ada aula yang bisa digunakan untuk sholat berjamaah , bisa juga untuk tempat pertemuan wali murid ataupun untuk acara wisuda siswa.

Biaya SPP siswa hanya Rp. 120. 000,- sudah termasuk tabungan wajib. Jadi anak-anak tak perlu lagi membayar untul kegiatan ulangan semester , outing class, rekreasi sampai wisuda. Uang pendaftaran pun tak sampai satu juta rupiah, itu sudah mendapat empat stel seragam lengkap dengan atribut seperti topi, badge dan kaos kaki. Murah,  dibandingkan dengan sekolah swasta yang lain yang uang pendaftarannya berjuta-juta dengan fasilitas yang hampir sama.

Sekolah kami letaknya sangat strategis, hanya seratus meter dari jalan raya. Di depan ada Sekolah Dasar Negeri, di samping kanan ada lapangan tennis tempat bapak-bapak pejabat daerah berlatih, di samping kiri ada masjid besar, di belakang ada Madarasah Ibtidaiyah. Tetapi murid-murid saya kebanyakan dari daerah pinggiran yang  sebagian besar termasuk golongan elite (=ekonomi sulit). Ada sih beberapa yang orang tuanya mapan secara ekonomi. Biasanya mereka terpaksa mendaftarkan anaknya di sini karena anaknya terkena kasus di sekolah sebelumnya  atau karena anaknya istimewa alias ABK.

Salah satu bapak guru di Mi belakang sekolah itu pernah berpesan kepada muridnya,"Jangan masuk SMP itu. Itu tempatnya anak-anak bodoh, anak-anak nakal,  tidak ada masa depan."  Padahal sekolah ini dengan MI itu dibawah naungan yayasan yang sama.  

 Bisa jadi si bapak guru itu kurang update tentang sekolah ini. Di jaman ujian nasional dulu, salah satu murid  saya mendapatkan nilai sempurna untuk pelajaran matematika. Banyak murid saya yang setelah lulus dari sini diterima di SMK Negeri juga SMA Negeri lalu melanjutkan di perguruan tinggi. Saya pernah juga bertemu murid saya yang sama-sama menjadi guru.

Sekarang pun banyak prestasi yang berhasil diraih murid-murid kami.  Berbagai lomba atau kejuaraan yang diikuti seringkali membuahkan hasil. Baik di tingkat kota sampai tingkat nasional.

 

Sebagaimana sekolah swasta yang lain, kami harus berjibaku sampai tetes keringat terakhir untuk mencari murid terlebih ketika diberlakukan kebijakan zonasi. Dikotomi masyarakat yang masih "negeri minded" yang terfokus kepada sekolah negeri sehingga menjadikan sekolah swasta menjadi pilihan terakhir. Apalagi ada kebijakan pemerintah yang menggratiskan pendidikan setingkat SMP dan SMA sehingga seolah-olah masuk sekolah swasta itu pasti mahal.

Setiap tahun ajaran baru sekolah swasta seperti kami selalu menjerit dengan aturan PPDB agar berjalan secara transparan, demokratis dan akuntabel. Rutinitas setiap awal tahun pelajaran baru setelah pengumuman penerimaan sekolah negeri. Biasanya siswa yang tidak tertampung di sekolah negeri akan berusaha mencari sekolah swasta.

Setiap tahun potensi siswa yang mundur tiba-tiba karena diterima di sekolah negeri, jadi masalah berulang yang dihadapi sekolah swasta. Bagaikan borok lama yang terus berulah, walau kuota siswa negeri sudah dibatasi dan PPDB telah ditutup namun masih ada saja oknum jalur belakang.

"Senyatanya sekolah swasta yang baik dan unggul bukanlah yang siswanya banyak saja akan tetapi sekolah yang mampu menyelenggarakan proses pembelajaran dan menciptakan lingkungan sekolah yang berkualitas dan bermakna"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun