Mohon tunggu...
Nurifah Hariani
Nurifah Hariani Mohon Tunggu... Guru - Guru yang suka membaca dan senang berkhayal

Guru di sebuah sekolah swata di kota Malang, sedang belajar menulis untuk mengeluarkan isi kepala, uneg-uneg juga khayalan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bapak Mertua, Sukarno, dan Rokok

19 Juni 2024   13:28 Diperbarui: 19 Juni 2024   13:38 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bagi Bapak mertua, Presiden Republik indonesia itu hanyalah  Sukarno. Bukan soal pandangan politik tetapi karena Sukarno adalah perokok.  Bamer menempel  gambar  Sukarno yang sedang merokok bersama Perdana Menteri  India, Jawaharlal Nehru  di acara Konferensi  I  Gerakan Nonblok  tahun 1960. 

"Keren kan, tanpa Sukarno, Indonesia tidak akan merdeka," ucapnya selalu jika Bumer mengomel panjang lebar alas kali tinggi karena kegemarannya  "ngudud".  Bagaimana lagi, lha rokok sudah menjelma  candu  baginya. Jika Sukarno hanya merokok dua batang sehari itu pun setelah makan, Bamer bisa "ngudud" kapan saja dan di mana saja. Ia tak peduli asap rokok yang mengandung 7000 bahan kimia dan 50 di antaranya bersifat karsinogenik meracuni  istri dan ketiga anaknya.

Rokok adalah produk yang berbahaya, maka di setiap kemasannya harus mencantumkan dengan jelas  peringatan  tentang bahaya merokok dalam bentuk gambar atau tulisan. Tetapi sebuah studi menyebutkan bahwa gambar-gambar yang menyeramkan itu hanya sedikit memberi  efek  jera. Termasuk Bamer, bahkan ketika sudah divonis terkena kanker nasofaring stadium empat. 

Bamer tetap ngudud. Obat-obatan tidak berhasil menghentikan pertumbuhan benjolan di lehernya.  Satu paket kemoterapi pun gagal.  Kegemarannya sebagai ahli hisap makin menggila. Bamer bisa marah semarah-marahnya jika dilarang ngudud.  Ada dokter yang memintanya berhenti merokok, eh dimaki-maki . Apalagi kami, anak mantunya, bisa-bisa meledak perang dunia ke empat.

Bumer yang biasanya cerewet sekarang memilih diam. Kami pun tak mau menjadi anak durhaka, jadi kami membiarkan pun tak berkomentar jika Bamer mau merokok .Sekarang Bamer menjalani  sinar radioterapi yang harus dilakukan selama 31 pertemuan. Jika Bamer mau berangkat kami antar, jika tidak mau berangkat ya kami diam, anak-anaknya bergantian memberi uang karena Bamer tak bisa lagi bekerja.  Akibatnya Bamer jadi ramah tak lagi marah-marah malah sekarang banyak tawanya. 

"Nur, teman-teman Bapak  banyak  yang  sudah berhenti  merokok. Karena meninggal." kata Bamer sore itu ketika saya mengantarnya untuk disinar  yang ke sepuluh. "Merokok katanya mengurangi umur sebelas menit. Sedangkan tertawa dapat nenambah umur lima belas menit. Jadi dengan merokok dan tertawa, Bapak bisa menghemat empat menit , ya Nur." Syumpah saya masih gak mengerti  sampe sekarang.

Bamer = bapak mertua

Bumer = ibu mertua

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun