Mohon tunggu...
Nuri Elba
Nuri Elba Mohon Tunggu... -

Berharap bisa terbang, Dengan sayap terbentang, Menggapai bintang, Marilah berdendang...

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kegelapan Untuk Bidadariku (end)

23 Februari 2014   20:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:32 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak sekali kan cobaan hidupku? Dalam tangis tak berkesudahan, dua tangn kecil memelukku erat dan mendiamkan tangisku.

Aku kembali kuat dan tegar karenanya.

Enam bulan kemudian, aku kembali mengenal dan dekat dengan seseorang. Baik, peduli dan menyayangi aku dan anakku. Laki laki ini memberi warna dalam hidupku. Hidupku terasa lebih berarti.

Aku diterima bekerja sebagai staf marketing di sebuah perusahaan otomotif. Senang rasanya karena aku bisa mengenal banyak orang dan mendapatkan hal hal baru, apalagi atasanku senang dengan hasil kerjaku.

Cobaan lagi lagi menghampiri. Kali ini ditempat kerja. Banyak orang tidak senang dan menggunjingku di belakang. Mereka mencibir, memandang rendah, dan mengolok olokku, semua karena statusku janda beranak satu.

Jahat sekali orang orang itu membedakan aku dengan pegawai lain. Padahal aku sekarang wanita baik baik dan terhormat, bukan murahan. Seenaknya saja mereka bicara dan berbuat semuanya hanya karena status jandaku.? Sipa yang mau jadi janda kalau boleh memilih?. Apa itu kemauanku? Namun, semua itu hanya suara hatiku. Tidak dapat kuungkapkan.

Lama lama aku tidak kuat menghadapi orang orang kantor. Aku mengundurkan diri dan bekerja di tempat lain. Di dua perusahaan setelahnya, aku mengalami perlakuan yang sama, membuatku tidak tahan. Aku hengkang lagi dan memutuskan memulai usaha sendiri. Tidak salah keputusan itu, usaha kerasku itu berhasil dengan sangat memuaskan.

Hubungan dengan kekasihku terasa manis sekali dalam tuga tahun pertama. Namun, keadaan menjadi ricuh sejak ia tiba tiba berubah. Mungkin bosan padaku atau alasan lain, ia menjadi sosok yang berbeda dengan kekasih yang kukenal selama ini. Kami sering bertengkar dan saling menyakiti hati. Satu tahun sejak itu, kami memutuskan mengakhiri hubungan itu.

Untuk kesekian kalinya, hubungan cintaku kandas, dan untuk kesekian kali pula anakku tetap disampingku. Memelukkun dan mengtakan bahwa semua akan baik baik saja karena aku memilikinya. Keterpurukan yang sempat kurasakab sejak putus cinta terakhir itu membuat usahaku juga terpuruk. Aku akhirnya harus menata ulang lagi kehidupanku. Aku bekerja di salah satu bank swasta di Jakarta saat aku genap berusia dua puluh delapan tahun. Disini aku benar benar tidak peduli lagi orang orang memandangku sebelah mata, yang terus menggunjingkan statusku. Aku memulai lembaran baru dengan pribadi yang lebih tegar. Dan gunjingan gunjingan itu perlahan tidak terdengar lagi.

Sekarang usiaku sudah dua puluh sembilan tahun. Aku masih sadar betul semua dosaku di masa lalu. Saat ini aku berharap semua dosaku diampuni oleh Allah, dan ku diberi kesabaran dan kekuatan. Aku ingin menjadi ibu yang lebih baik lagi untuk anakku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun