Mohon tunggu...
Nurias Nurias
Nurias Nurias Mohon Tunggu... Administrasi - Sedang Belajar Nulis

I am a student of my life

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

PKH, Sudah Tepatkah?

19 Februari 2019   12:50 Diperbarui: 19 Februari 2019   13:38 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PKH atau program keluarga harapan adalah program pemerintah yang sudah dimulai pada tahun 2007. Program ini berasal dari menteri sosial RI yang erat kaitannya dengan tujuan kesejahteraan, dimana masyarakat mendapatkan bantuan agar tingkat kesejahteraan meningkat seperti anak-anak mendapatkan layak pendidikan, kemiskinan menurun,dan tingkat pengangguran juga menurun. 

Bentuk bantuan sangat beragam, seingat saya waktu sekolah dasar dulu, diberikannya makanan-makanan setiap pagi seperti roti, bubur kacang, kupat dan yang lainnya dengan harapan anak-anak sekolah makan-makanan bergizi setiap sarapan, kemudian ada juga BLT atau Bantuan Langsung Tunai yang diperuntukkan masyarakat miskin, seperti janda, keluarga yang tak punya penghasilan cukup dan layak. 

Saat ini PKH beralih menjadi lebih banyak bentuknya, seperti KIS, KIP, bansos dll. Program ini sangat layak diapresiasi oleh seluruh masyarakat karena dengan PKH membantu masyarakat dalam menurunkan kemiskinan, terbukti kemiskinan menurun  pada tahun 2017-2018 dari 1,82 menjadi 1,29 juta. Namun ada beberapa yang disayangkan karena pemberian bantuan tak tepat pada yang membutuhkan, atau ada yang membuat kebijakan sendiri dengan uang PKH sehingga saat sampai ke masyarakat hanyalah bantuan alakadarnya atau formalitas. 

Kurangnya sosialisasi tentang PKH pada masyarakat miskin membuat mereka ngangguk saja apa yang diberikan tanpa mengetahui berapa nilai uang yang sesungguhnya dialokasikan kepada satu kepala keluarga, karena masyarakat miskin sudah sangat senang dengan adanya bantuan PKH berapapun nilainya. 

Kemudian kurangnya pemahaman membuat alokasi uang PKH yang disalahgunakan, misalnya ketika masyarakat mendapat uang bansos, BLT atau sejenisnya mereka gunakan untuk keperluan tersier yang sama sekali tak ada kaiatnnya dengan tujuan  PKH, dibelikan emas, membeli barang elektronik, membayar cicilan kendaraan dsb., padahal seharusnya diguanakan untuk modal usaha agar uang tersebut tetap dapat berkembang memenuhi kebutuhan hidup. Contohnya di desa A ketika satu keluarga mendapat dana fasdik dari sekolahnya sebanyak Rp 300.000 kemudian sang ibu juga mendapat bantuan dari pemerintah lewat rekeningnya, uang yang diterima cukup besar bukan dialokasikan sebagai modal usaha, malah dibelikan pada televisi yang bersifat tersier. 

Kemudian masalah alokasi dana PKH yang tak tepat, menjadi bumerang atau adanya kesenjangan bagi masyarakat yang seolah dia sebenarnya tak layak mendapat PKH tapi diberi, lalu yang layak tak diberi sehingga banyaknya kecemburuan yang mengakibatkan program ini belum rata dan kena tepat sasaran. 

PKH merupakan program yang harus didukung oleh semua kalangan agar tersampaikan dengan tepat, dan seluruh aparat membantu mengawasi penggunaan dana PKH, layaknya dana desa memungkinkan program PKH juga dibutuhkan pengawasan langsung tak ada penyalahgunaan dalam alokasi dana PKH dan tidak ada kecemburuan dalam pembagiannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun