Mohon tunggu...
nuri aryati
nuri aryati Mohon Tunggu... -

Tujuh tahun menginduk di sebuah penerbitan, kecintaannya pada budaya Indonesia membuatnya memilih menjadi penulis lepas tentang budaya disela kesibukan lainnya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Topeng Madura Masih Eksis

28 Agustus 2014   18:34 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:17 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_339952" align="aligncenter" width="490" caption="Topeng Dhalang Madura"][/caption]

Meski tak bernyawa, Topeng tak mau mati. Kejayaannya di masa lalu sepertinya akan mulai terulang lagi. Tari topeng yang sempat vakum beberapa waktu silam kini mulai bangkit dengan hadirnya generasi baru.

Topeng di daerah Madura khususnya di Kabupaten Sumenep mungkin bisa dikatakan yang paling menggembirakan keberadaannya. “Topeng Dalang” demikianlah namanya merupakan sajian pertunjukan percampuran tari dan wayang kulit bahkan sangat mirip dengan wayang orang. Bedanya semua tokoh memakai topeng dan tidak ada pergantian latar belakang seperti dalam wayang orang.

Uniknya lagi semua dimainkan oleh laki-laki, bahkan tokoh perempuan sekalipun. Diiringi musik langsung berupa seperangkat gamelan dan dilengkapi dengan seorang dalang yang menuturkan dialog tokoh-tokoh.“Kecuali Punokawan, semua dialog dibawakan dalang, kalau Punokawan bicara sendiri karena topengnya tidak menutup bagian mulut,” tutur Darus, dalang kelompok “Sinar Sumekar”

Dikatakannya kelompok ini telah berjalan dalam tiga generasi, pendirinya adalah Edi Setiawan pada tahun 1989 silam. Namun kelompok ini tidak sendirian, di Sumenep yang terdiri dari 21 kecamatan, ada 14 kelompok yang tersebar diempat kecamatan .

Satu kelompok biasanya terdiri dari 35 – 40 orang mulai dari pemusik, penari, dalang hingga kru dekorasi. Lakon yang biasa mereka bawakan mengambil kisah dari Ramayana maupun Mahabarata. “Kalau cerita Panji termasuk jarang dimainkan karena kurang mendekati keadaan sehari-hari” ungkapnya.

Topeng Dalang ini merupakan percampuran tari topeng, wayang kulit dan wayang orang. Jika penarinya memakai topeng (seperti tari topeng) , ada dalangnya (seperti dalam wayang kulit) dan memakai kostum seperti dalam wayang orang, maka durasi pementasan adalah semalam suntuk, mulai dari pukul 9 malam hingga subuh datang.

[caption id="attachment_339947" align="alignleft" width="144" caption="dalang topeng yang membawakan cerita"]

14091985691596622345
14091985691596622345
[/caption]

[caption id="attachment_339954" align="alignright" width="320" caption="Tokoh Putri Sekartaji dibawakan penari laki-laki"]

14092000451337656408
14092000451337656408
[/caption]

Meskipun membawakan lakon tertentu, maka seperti halnya dalam wayang kulit, dialog yang dibawakan dalang juga bisa longgar menyesuaikan dengan keadaan penonton setempat, tidak terlalu serius/ text book seperti dalam wayang orang. Dialog yang dibawakan adalah dengan bahasa Madura, namun demi mendekatkan dengan penonton, pementasan di luar Madura biasanya menggunakan bahasa Indonesia.

Bisa jadi ini alasan kuat yang membuat Topeng Dalang ini masih eksis di tengah masyarakat Sumenep yang agamis. “Kami masih sering mendapat tanggapan di hajatan-hajatan,” papar Ahmad KH Darus yang juga pimpinan “Sinar Sumekar”.

Meskipun banyak kelompok Topeng Dalang, namun hal itu tidak membuat mereka bersaing secara tidak sehat, mereka malah saling mendukung. Dipaparkannya untuk menjaga kerukunan ini mereka mengadakan arisan setiap dua pekan sekali.

Dalam arisan ini, lanjutnya ada pentas Topeng Dalang yang dimainkan oleh kelompok yang anggotanya menjadi tuan rumah arisan. “Pentas ini tidak dibayar, cukup makan minum seadanya dan ini bergiliran, jadi memang gotong royong,” paparnya.

Namun, pihaknya mengungkapkan sama sekali tidak ada niatan untuk menggelar lomba atau festival Topeng Dalang ini mengingat nanti akan terjadi kecemburuan sosial. Kelompok yang menang akan merasa lebih tinggi, lebih baik dan nanti ujung-ujungnya bisa merambah kepada penghasilan mereka dan menjadi isu yang sensitif.

Regenerasi

Tidak hanya hidup di tengah masyarakat modern, Topeng Dalang pun sudah sadar dengan upaya regenerasi. Tarian topeng sudah diajarkan sejak di bangku teman kanak-kanak. “Kalau untuk anak-anak topengnya lebih kecil, menyesuaikan,” tambahnya ketika ditemui sebelum pemetasan di Taman Budaya Yogyakarta, Selasa (26/8).

Meskipun Topeng Dalang dimainkan oleh laki-laki, namun semua murid mempelajarinya, tidak terkecuali karena bagian dari pelajaran sekolah formal.

Dipaparkannya kalau dalam lingkup sekolah, perempuan boleh membawakan Tari Topeng atau Topeng Dalang, namun dalam pementasan di publik tidak diperbolehkan. Menurutnya hal ini dinilai rawan, apalagi masyarakat Madura/Sumenep merupakan penganut agama Islam yang sangat taat.

Alasan itu pula yang membuat semua tokoh tetap dibawakan oleh laki-laki. Namun dalam pementasannya, penonton bisa saja tidak tahu, mengingat para lelaki itupun sangat gemulai ketika membawakan tokoh-tokoh perempuan, apalagi ditambah balutan kostum perempuan yang menyembunyikan bentuk fisik mereka. (Nuri Aryati)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun