Pendidikan inklusif dimaksudkan sebagai sistem layanan pendidikan yang mengikut-sertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Penyelenggaraan pendidikan inklusif menuntut pihak sekolah melakukan penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan, maupun sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan individu peserta didik.
( http://www.pkplkdikmen.net/berita-pendidikan-inklusif.html#ixzz2zyIu0gOZ )
Sejak tahun 2009, Surabaya sudah mengawali untuk menyelenggarakan pendidikan Inklusif. Meski hingga detik ini, Surabaya belum memproklamirkan sebagai Kota Inklusif. Sementara kota-kota/kabupaten-kabupaten di Jawa Timur sudah banyak yang memproklamirkan diri sebagai Kota Inklusif/Kabupaten Inklusif. Gubernur Jawa Timur juga pernah menerima penghargaan Internasional terkait penyelenggaraan pendidikan Inklusif tersebut. Saat itu di Surabaya masih satu SDN dan satu SMPN, yaitu SMP Negeri 29.
Pada tahun pelajaran 2011-2012, sudah ada lima SMPN yang ditunjuk untuk menyelenggarakan pendidikan Inklusif, yakni SMPN 5, SMPN 28, SMPN 29, SMPN 36, dan SMPN 39. Pada semester genap menyusul SMPN 30. SDN di Surabaya yang menyelenggarakan pendidikan Inklusif juga semakin banyak. Kiprah guru-guru SDN/SD Swasta/SLBN/SLB Swasta Inklusif semakin nampak dalam berbagai kegiatan. Guru-gurunya juga tergabung dalam KKG (Kelompok Kerja Guru) pendamping khusus.
Sementara para GPK (Guru Pendamping Khusus) di SMPN belum ada wadah untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan terkait penyelenggaraan pendidikan Inklusif ini. Meski pada tahun pelajaran 2012-2013 ditunjuk lagi empat SMPN, yakni SMPN 27, SMPN 37, SMPN 43, dan SMPN 47. Sehingga keseluruhannya ada sepuluh SMPN penyelenggara pendidikan Inklusif. Sementara SMAN dan SMKN-nya yang ditunjuk masing-masing hanya satu, yakni SMAN 10 dan SMKN 8. Namun demikian, kami (lima SMPN penyelenggara pendidikan Inklusif yang lebih awal) memberikan pendampingan kepada para GPK yang baru ditunjuk. Meski kami sendiri juga masih dalam taraf belajar karena kami memang tidak memiliki latar belakang PLB.
Pada tengah semester genap tahun pelajaran 2013-2014 ini sudah ada sepuluh SMPN lagi yang ditunjuk oleh Dispendik Kota Surabaya sebagai sekolah penyelenggara pendidikan Inklusif, yakni SMPN 4, SMPN 13, SMPN 20, SMPN 31, SMPN 32, SMPN 40, SMPN 44, SMPN 45, SMPN 46, dan SMPN 52. Untuk SMAN dan SMKN ditambah satu-satu lagi, yakni SMAN 8 dan SMKN 4.
Mengingat semakin banyaknya sekolah-sekolah yang ditunjuk sebagai penyelenggara pendidikan Inklusif juga sebagai upaya peningkatan mutu serta kualitas layanan pendidikan Inklusif di Surabaya, terutama bagi sekolah-sekolah baru penyelenggara pendidikan Inklusif, Dispendik Kota Surabaya mengadakan kegiatan Workshop Lesson Study Inklusif untuk membekali para GPK dari sekolah-sekolah yang baru ditunjuk. Workshop tersebut diikuti oleh 200 peserta, yang terdiri atas para GPK dari dua puluh SMPN penyelenggara pendidikan Inklusif bertempat di aula SMPN 37 Surabaya. Sebagai guru modelnya ditunjuk dari SMPN 5, SMPN 29, SMPN 36, dan SMPN 37.
Workshop Lesson Study di SMPN 37 Surabaya (Dokumen Pribadi)
Salah satu kunci keberhasilan pendidikan inklusif yakni terletak pada pemberian layanan terbaik kepada siswanya. Pendidikan untuk semua tanpa memandang eksklusivitas merupakan sebuah dasar penyelenggaran pendidikan inklusif selama ini.
Sementara itu, Bapak Wagino narasumber dari PLB UNESA menambahkan melalui kegiatan lesson study ini sekolah-sekolah baru penyelenggara pendidikan inklusif dapat memperkaya pengalamannya dalam memberikan layanan pendidikan inklusif kepada siswanya.
Pada kegiatan lesson study ini, dipertunjukkan bagaimana cara penanganan siswa ABK di  berbagai kegiatan pembelajaran. Seperti pada kegiatan pembelajaran olah raga bola basket. Tampak guru olah raga dari SMPN 5 bersama siswa ABK-nya menunjukkan cara-cara pengajaran yang sesuai dengan kondisi siswa yang ada.