Siti Nur Hasanah, No: 16
Sumber Gambar: www.flickr.com
Sore itu … Cuaca sangat terang. Suasana sekitar rumah pun tampak cerah. Angin berhembus semilir membelai kalbu. Awan putih pun berarak beriringan menjemput datangnya senja.
“Ach … Andai suasana hatiku secerah panorama senja hari ini,” keluh hati Putri dengan wajah yang agak muram.
Betapa keluh hati dan pikirannya, jika teringat hubungannya dengan Fahmi. Putri ingin sekali mendapatkan kejelasan tentang hubungannya dengan Fahmi. Namun rupanya Fahmi tak seberapa memperhatikannya. Bahkan cenderung cuek bebek, wek … wek …
Dalam hitungan detik, Putri semakin larut dengan perasaannya yang makin berkecamuk. Samar-samar ada keputus-asaan di raut wajahnya yang cantik rupawan.“Ach … haruskah aku … ?” Tiba-tiba lamunannya terserak tatkala lamat-lamat terdengar alunan musik dari rumah tetangga sebelah.
Putri mendengarkannya dengan serius hingga merasuk ke dalam relung hatinya yang terdalam. …
Kita telah bersama
Sekian lama dalam gita cinta
Namun tiada jua rasa saling seia sekata
-
Selayaknya kau coba
Meyibakkan tirai kasih kita
Begitu jauh ku rengkuh hati mu
Di seberang jalan ku
* :
Lelah.. lelah hati ini
Menggapai hati mu tak jua menyatu
Lelah.. lelah hati ini
Bagaimana kelak ku akan melangkah
Di sisi mu ….
***
Sampai di baris terakhir lantunan suara Rafika Duri yang berjudul Tirai itu, makin membuat hatinya ciut untuk melangkah melanjutkan hubungannya dengan Fahmi.
“Benarkah aku sudah lelah?” gumamnya.
“Sungguh-sungguhkah Fahmi menjalin tali kasih ini? Atau dia hanya ingin mempermainkanku?”
Pertanyaan itu yang terus menggelayut di pikirannya. Tanpa pernah ada jawabnya. Dua tahun sudah dia menjalin hubungan dengan Fahmi. Waktu yang cukup lama untuk sebuah hubungan yang belum jelas arahnya. Semakin dia pikir, makin ruwetlah jalan pikirannya. Hiks ….
“Putriii … masuklah ke rumah, hari sudah hampir maghrib. Tak baik bagi anak gadis berada di depan rumah!” teriak Ibunya dari dalam rumah.
Dengan sedikit bermalas-malasan, Putri memasuki rumah dengan raut wajah yang masih muram. Pertanyaan-pertanyaan itu selalu mengganggunya setiap waktu. Sementara, dia tidak tahu harus mencari ke mana jawabannya. Menanyakan langsung ke Fahmi, jelas tidak mungkin. Putri adalah gadis yang pendiam juga sedikit jaim kalau sudah dihadapkan dengan masalah hubungannya dengan Fahmi. Dia tidak mau dianggap terlalu ngarep dan ujung-ujungnya makin membuat Fahmi besar kepala. Meski sebenarnya memang ngarep sich. Hihihiii. …
“Putri, kamu tidak usah terus-menerus memikirkan Fahmi. Belum tentu juga dia memikirkanmu! Masa depanmu masih panjang. Masih banyak pria lain yang lebih baik dari Fahmi, juga lebih mapan. ” nasihat Ibunya dengan suara yang lembut dan penuh kasih sayang karena Putri memang anak semata wayang. Tentulah kasih sayang ibunya tertumpah ruah hanya untuknya. Putri hanya terdiam mendengarkan apa yang disampaikan Ibu kepadanya. Dia sangat paham apa yang dimaksud oleh ibunya. Namun di sisi lain, dia sangat mencintai Fahmi.
***
Keesokan harinya. …
Ketika Putri hendak berangkat kerja, tiba-tiba ada sms dari Fahmi. Sejenak dia menyurutkan langkah, lalu membacanya. …
“Nanti kita maksi ya … aku jemput pas jam istirahat. Ada hal penting yang ingin aku sampaikan.”
Kontan saja jantung Putri berdegup kencang. Tidak biasanya sms Fahmi seserius ini. Apalagi tak ada kata sayang seperti biasanya untuk mengawali smsnya. Jangan … jangan. …
Di kantor pikiran Putri menjadi tidak tenang. Dia sudah berpikiran yang tidak-tidak. Di antara kecemasannya, dia mulai menyusun kekuatan meski sebenarnya dia merasa tak mampu andai hal yang terburuk seperti yang dia pikirkan terjadi. Putus ….
Saat jam istirahat tiba, Putri sudah bergegas keluar. Dia tidak ingin Fahmi menunggu lama di luar. Apapun yang terjadi, dia sudah terlanjur cinta kepada Fahmi.
Beberapa menit kemudian, Putri sudah berada di atas boncengan sepeda motor Fahmi. Mereka berdua melaju ke arah utara dan berhenti tepat di depan Lontong Balap Rajawali. Di tempat inilah mereka sering maksi bersama tatkala sudah bosan dengan makanan yang di sajikan di kantin tempat mereka bekerja.
Maksi kali ini, tidak seperti biasanya. Putri yg biasanya kalem dan santai, tiba-tiba menjadi sedikit tegang. Sementara Fahmi sendiri biasa-biasa saja. Melihat situasi seperti ini, Putri merasa makin pilu. Lontong Balap yang biasanya terasa nikmat, siang ini menjadi sedikit hambar karena dimakan dengan pikiran galau. Hehehe ….
“Aduuuhh … punya perasaan nggak sich ini orang? Aku sudah demikian tegangnya, eee … dia nyantai seperti tidak terjadi apa-apa.” Putri ngedumel dalam hati.
Selesai menyantap ludes Lontong Balap dan Es Degan yang dipesannya, barulah Fahmi berbicara. Langsung saja Putri meletakkan sendok dan cepat-cepat minum Es Degannya.
“Kenapa siang ini kamu agak murung, Sayang? Marahkah kamu denganku?” Tanya Fahmi dengan sedikit genit.
Yang ditanya menggeleng sambil merajuk meski agak ragu. Putri tiba-tiba memiliki kekuatan dan keyakianan kalau Fahmi masih cinta kepadanya, setelah kata “Sayang” keluar dari mulut Fahmi. Hal-hal buruk yang dia pikirkan, perlahan-lahan ditepiskan. Apalagi saat membaca secarik kertas yang disodorkan oleh Fahmi, hampir saja dia melompat karena kegirangan.
“Maukah kau menjadi istriku? Minggu depan aku akan melamarmu.” Dua kalimat yang selama ini ditunggu-tunggu, akhirnya datang juga. Benar kata pepatah: "Semua akan Indah pada Waktunya."
Sumber Gambar: www.flickr.com
Dengan malu-malu campur rasa bahagia yang tak terkira, Putri memeluk Fahmi tanpa malu-malu meski ditonton beberapa pasang mata yang ada di tempat itu. Cie … cie ….
***
Untuk : Mas Fahmi Idris dan Mbak Putri Gerry
Selamat menempuh hidup baru
Semoga Sakinah, Mawaddah, wa Rahmah
***
Gresik, 5 April 2015
Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community (sertakan link akun Fiksiana Community)
Silahkan bergabung di group FB Fiksiana Community
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H